KEBO IWA, PATIH KERAJAAN BALI YANG DITAKUTI GAJAH MADA

Bali, satu-satunya  daerah di nusantara yang kala itu  tidak mau tunduk dengan Kerajaan Majapahit. 

Padahal, saat itu Majapahit  berada dipuncak kejayaannya yang memiliki balatentara besar. Apalagi, dua orang patih sakti bernama  Aditya Warman, dan Patih Gajah Mada menemeni kepemimpinan Raja Majapahit Putri Tribhuwana Tunggadewi hingga berhasil menaklukkan beberapa daerah kala itu.

ilustrasi

Keberanian Kerajaan Bali menentang rencana invasi Majapahit  bukan tanpa sebab. Bali percaya diri dengan kemampuan balatentaranya, ditambah beberapa panglima perangnya yang sakti  membuat Bali tak mau tunduk oleh Majapahit.

Bali ketika tahun 1337 Masehi, dikenal dengan sebutan  Kerajaan Bali Aga, pusat pemerintahan kerajaan ini konon terletak di Bedahulu. Karena itu, Kerajaan Bali Aga sering kali disebut Kerajaan Bedahulu atau Bedulu. 

Kerajaan kuno di Pulau Bali ini berada pada abad ke-8 sampai abad ke-14, dengan pusat kerajaan di sekitar Pejeng atau Bedulu, Kabupaten Gianyar, Bali. Secara turun-temurun kerajaan ini diperintah oleh raja-raja keturunan Dinasti Warmadewa. 

Penguasa terakhir Kerajaan Bali Aga bernama Sri Ratna Bumi Banten. Dialah yang menentang ekspansi Kerajaan Majapahit pada 1343, yang dipimpin Gajah Mada.

Sri Ratna Bumi Banten sendiri merupakan keturunan Kerajaan Daha. Sekedar diketahui, Kerajaan Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan singkatan dari Dahanapura, yang berarti Kota Api. Nama ini terdapat dalam Prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. 

Hal ini juga sesuai dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan ini sudah tidak lagi berada di Kahuripan, melainkan pindah ke Daha.

Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. 

Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan di daerah barat bernama Panjalu yang berpusat di Kota Baru, yaitu Daha. 

Sedangkan putranya yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan bagian timur bernama Janggala yang berpusat di Kota Lama, yakni Kahuripan.

Saat memimpin Kerajaan Bali Aga, Sri Ratna Bumi Banten dikenal sebagai raja arif dan bijaksana, dia juga memiliki kesaktian tinggi. Belum lagi saat itu, Sri Ratna Bumi Banten dikelilingi punggawa-punggawa yang kesaktiannya tersohor seantero jagat. 

Di antara para punggawanya adalah Patih Kebo Iwa, tinggal di Belahbatuh. Kesaktian Kebo Iwa bahkan dikabarkan menggentarkan nyali Mahapatih Gajah Mada. Selain itu, ada Ki Karang Buncing, ayah Kiai Tambiak tinggal di Jimbaran, Kiai Tunjung Tutur yang tinggal di Tengenan dan Kiai Buwahan tinggal di Batur. 

Lalu, ada lagi punggawa Kerajaan Bali Aga yang tak kalah saktinya bernama Kiai Tunjung Biru, tinggal di Tianyar, Kiai Kupang tinggal di Seraya, Kiai Walungsingkal tinggal di Taro, Ki Pasung Grigis sebagai Mangku Bumi tinggal di Tengkulak. 

Di antara mereka inilah tanggung jawab keamanan, ketertiban, dan ketata negaraan, termasuk pelaksanaan adat, dan agama, di Bali saat itu. Kalau bisa dibilang, saat ini sama dengan sebutan Pecalang di Bali.

Dikisahkan, Kerajaan Bali Aga selain memiliki balatentara besar, daerahnya pun gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo. Rakya Bali sangat mencintai rajanya lantaran Sri Ratna Bumi Banten memerintah dengan adil dan biijaksana.

Alasan inilah yang membuat Kerajaan Majapahit dan tentunya, Patih Gajah Mada tidak gegabah menghadapi Bali. Meskipun, saat itu Majapahit sebenarnya telah menaklukkan Kerajaan Daha, induk Kerajaan Bali Aga.

Singkat cerita, hubungan Bali Aga dengan Daha sudah terjalin cukup lama, setelah Daha berhasil menaklukkan  Singosari tahun 1292. Sejak saat itulah Kerajaan Bali Aga berada di bawa Kerajaan Daha.

Jauh sebelumnya, pada 1222 Masehi, saat Kerajaan Bali Aga belum dipimpin Sri Ratna Bumi Banten, kerajaan ini pernah ditaklukkan Kerajaan Singosari yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kertanegara. 

Sedangkan, Kerajaan Kertanegarea ditaklukan Kerajaan Daha tahun 1292, karena itu Kerajaan Bali Aga secara otomatis berada di bawah Kerajaan Daha.

Selanjutnya, pada tahun yang sama, Daha ditaklukkan Kerajaan Majapahit. Secara otomatis pula, harusnya Kerajaan Bali Aga juga tunduk pada Kerajaan Majapahit. Sama halnya, saat Kerajaan Daha menguasai Kertanegara. 

Namun, Kerajaan Bali Aga ternyata tidak mau tunduk kepada Majapahit, hingga menyebabkan Putri Tribhuwana Tunggadewi marah dan memberikan kuasa kepada Rakyan Patih Gajah Mada untuk mengatur siasat mencari cara agar Bali dapat ditundukan di bawah Majapahit.

Sikap Raja Bali Aga yang menentang dan tidak bersedia tunduk di bawah kekuasaan Majapahit menimbulkan ketegangan antara Kerajaan Bali dan Kerajaan Majapahit. 

Meski begitu, tidak mudah bagi Gajah Mada menundukkan Kerajaan Bali Aga, apalagi di sana ada Patih Kebo Iwa yang mempunyai kesaktian sangat tinggi. 

Konon, Gajah Mada takut berhadap langsung dengan Kebo Iwa. Patih Gajah Mada memang merasakan ada kesulitan besar yang menghantui dirinya dan belum dirasakan sebelumnya. 

Tak seperti biasanya walaupun Gajah Mada sering berhadapan dengan musuh lebih besar dan lebih kuat dan  memiliki peralatan perang serba lengkap. Tetapi menghadapi Kerajaan Bali Aga, ada rasa takut dan ragu-ragu menyelinap pada diri Gajah Mada. 

Tetapi sumpah Palapa Gajah Mada yang akan mempersatukan nusantara harus terlaksana. Karena itu Gajah Mada dan Kerajaan Majapahit mengatur startegi untuk membunuh Kebo Iwa agar bisa menguasai Kerajaan Bali Aga.....


Sumber: Buku Babad Bendesa Manik Mas, Wikipedia, dan beberapa sumber lain.

Popular posts from this blog

Perbedaan analis sistem dan desain sistem

RANGKAIAN DAN GERBANG LOGIKA

SILATURAHIM ; PENGERTIAN dan MANFAATNYA