Tradisi Sejarah pada Masyarakat Setelah Mengenal Tulisan
Salah satu ciri penanda
yang membedakan periode sejarah dengan periode prasejarah adalah ditemukannya
tradisi tulis. Mengapa? Kamu tentu ingat bahwa unsur pokok penelitian dan
penulisan sejarah adalah dokumen atau sumber tertulis. Nah, dengan mengenal
tradisi tulis itu, orang akan merekam berbagai peristiwa yang ia alami ke dalam
beragam bentuk media. Dari sinilah proses pewarisan pengalaman (pengetahuan)
bisa dilakukan kepada generasi penerusnya. Bahkan, dari situ pulalah sejarawan
bisa mengungkap kehidupan di masa lalu.
Untuk mengungkap tradisi
sejarah yang ada pada masyarakat di berbagai daerah, bisa dimulai dengan
melacak tradisi tulisnya. Secara sederhana berikut akan kita identifikasi
bersama.
Keragaman budaya bangsa
Indonesia telah kamu ketahui. Salah satu bentuk keragaman itu berasal dari
kekayaan linguistik. Ratusan bahasa dengan bermacam corak bisa kamu temukan di
Indonesia. Bahkan di antaranya yang memiliki tradisi naskah dan aksara sendiri,
serta alat-alat tulis dan media tersendiri.
Di bawah ini contoh tradisi tulis dari beberapa daerah
di Indonesia.
1. Tradisi Tulis di Jawa
Karya yang paling
populer dari tradisi tulis di Jawa adalah kakawin, yaitu puisi yang
aturan sajaknya didasarkan pada persajakan Sanskerta. Kakawin yang paling
monumental adalah Kakawin Ramayana. Selain terpanjang (dengan 2.770 bait),
kakawin ini juga terlengkap dan terawat baik hingga kini.
Pada zaman Majapahit, Mpu
Prapanca menulis Kakawin Ncgarakorlcigama talnin 1365. Teks ini menggambarkan
kehidupan zaman itu di Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Raja
Rajasanagara, tentang wilayahnya, pedesaan yang biasa dikunjungi raja, dan
lain-lain, sehingga kakawin itu judulnya Desawarnana (Gambaran Desa).
Dengan kakawin inilah, kita bisa menemu-kan sumber sejarah apabila ingin
menulis sejarah sosial dan politik di Jawa abad XIII-XIV.
2. Tradisi Tulis di Bali
Tradisi tulis tertua di Bali
berasal dari titah kerajaan pada akhir abad IX serta prasasti pada lempeng
tembaga dan batu. Dalam perkembangannya, kesusastraan Bali ditulis pada lontar.
Berikutnya, tradisi tulis di
Bali banyak dipengaruhi oleh budaya Jawa. Sampai dengan abad XVI, kesusastraan
Bali didasar-kan atas cerita kepahlawanan India Ramayana dan Mahabharata.
Berbagai tulisan tentang agama dan sejarah dialihkan ke Bali. Bahkan, saat di
Jawa tradisi itn telah menghilang, di Bali kini masih ditemnkan tradisi mabasan
yaitu pembacaan dan penerjemahan syair-syair Jawa Kuno ke dalam bahasa Bali.
Mulai abad XVI, orang Bali
menciptakan tradisi tulis sendiri dengan bahasa Bali, dengan susunan metrum
yang sederhana. Misalnya kidung, gita, geguritan atsivi parikan. Teksnya
antara lain berisi tentang keindahan alam, ratu, persatuan dengan dewa (untuk
menobatkan raja), dan lain-lain. Teks tersebut ditulis pada lontar untuk
dinyanyikan di istana.
Di Bali, Setiap naskah memiliki
dewi pelindung yaitu Saraswati (istri Dewa Brahma). Saat hari peringatannya,
semua naskah dikeluarkan dan dipamerkan di bangsal, dibersihkan dengan air suci
oleh pedanda yang memimpm Puja Saraswati.
3. Tradisi Tulis di
Sumatra Selatan
Bukti tertua tradisi tertulis di daerah ini berasal
dari prasasti batu Melayu pada akhir abad VII. Meskipun sempat terpengaruh model Pallawa India, dalam
perkembangannya terdapat model tersendiri. Huruf-huruf Pallawa dan Jawa yang
cenderung menggunakan garis melengkung, diganti menjadi bentuk bersudut.
Penyebabnya adalah adanya penyesuaian dengan bidang atau alas tulis yang
berasal dari bambu dan tanduk.
Aksara Sumatra Selatan dibedakan
menjadi tiga kelompok besar.* Peiianid, aksara Kcrinci yang digunakan
sampai abad XIX. Pada awal abad ini, orang sudah berhasil membaca dan
menguraikan arti sebuah teks. Kedua, aksara Melayu Pertengahan atau
aksara rencong Rejang. Ketiga, aksara Lampung dengan banyak
ragam. Kebanyakan, teks itu berisi cerita ke-pahlawanan tradisional, hukum,
silsilah (surat resmi untuk mengesahkan hak kepemilikan tanah tradisional),
syair rnistik Islam, mantra, obat-obatan, dan lain-lain. Teks-teks itu ditulis
pada gelumpai (lembar bambu), kulit kayu, dan gulungan kertas.
4. Tradisi Tulis Sunda
Kamu tentu ingat dengan beragam
prasasti yang dikelnarkan pada masa Raja Purnawarman dari Kerajaan
Tarumanegara. Dari prasasti-prasasti yang ditulis dengan bahasa Sanskerta dan
huruf Pallawa pada abad V itulah tradisi tulis Sunda dimulai. Hingga abad XVI,
beragam prasasti ditemukan dengan menggunakan bahasa Melayu Kuna, Jawa Kuna,
dan Sunda Kuna. Isinya rata-rata tentang titah raja, maklumat, serta peringatan
peristiwa bersejarah.
Selanjutnya, tradisi tulis itu
berkembang dalam bentuk naskah. Media yang digunakan adalah daun palem, bambu,
dan kertas. Aksara yang dipakai adalah Sunda Kuna, Sunda Jawa (Cacarakan), Arab
(pegon), dan Latin. Naskah-naskah itu, antara lain ditemukan di Kabuyutan
yaitu pusat kegiatan agama yang menjadi pusat kegiatan intelektual. Naskah itu
antara lain Kunjarakarna, Sanghiyang Hayu, Sanghiyang Siksakandang Karesian,
Amanat dari Galunggung, Sewaka Darma, Carita Parahiyangan, Bujangga Manik,
dan Pantun Ramayana.
Setelah pengaruh Islam masuk di
daerah ini, bahasa dan aksara Arab juga masuk dalam penulis-an naskah. Misalnya
dalam Carita Parahiyangan. Selain itu, juga menyalin karya-karya pada
teks Melayu seperti Carita Perang Istambul (Sejarah Perang Istambul),
dan Wawacan Ningrum Kusumah (Cerita Ningrum Kusumah). Wawacan adalah
cerita dalam bentuk syair yang bukan hanya dibaca namun juga untuk dinyanyikan.
5. Tradisi Tulis di
Sulawesi
Suku bangsa yang ada di Sulawesi
dan mempunyai tradisi tulis sangat 'kuat berasal dari suku bangsa Bugis,
Makassar, dan Mandar. Mereka mempunyai ragam kesusastraan yang lengkap karena
memiliki bahasa dan adat kebiasaan yang berbeda-beda. Dari orang Mandar,
dikenal pappasang yaitu tulisan tentang kebiasaan setempat dan
pengajaran adat, kalindaqdaq yaitu kumpulan syair empat baris, serta tilapayo
yaitu lagu cinta tradisional.
Tradisi tulis orang Makassar
lebih lengkap lagi, bahkan mempunyai relevansi dengan penulisan sejarah.
Misalnya patturioloang (sejarah) kerajaan Makassar, Goa-Tallo. Lontarq
bilang atau catatan harian, rampang atau tulisan tentang peraturan
adat, rupama yaitu bermacam kisah yang-menghibur, dan sinrilig
yaitu tulisan yang bersifat sejarah kepahlawanan. Ada pula elang malliung
bettuana atau nyanyian dengan makna tersembunyi yaitu sejenis teka-teki
tradisional.
Yang fenomenal dari tradisi tulis
di Sulawesi berasal dari orang Bugis. Karya sastra Bugis termasuk yang terbaik
dari segi mutu dan jumlah di Asia Tenggara. Tulisan-tulisan mereka
mengedepankan objektivitas dan sangat peduli kepada fakta. Satu di antaranya
adalah La Galigo yaitu mite kepahlawanan Bugis yang diperkirakan
berjumlah 6.000 halaman. Mungkin ini karya sastra tertebal di dunia, berisi
beragam peristiwa yang terjadi di Luwu pada masa pra-Islam (sekitar abad XIV).
Selain itu, karya mereka yang merupakan teks historiografi terpenting adalah attoriolong
(kronik), lontaraq bilang (catatan harian), lontaraq pangngoriseng
(silsilah), serta toloq yaitu syair sejarah kepahlawanan yang merupakan
gabungan unsur-unsur, teks historiografi dengan teks mirip galigo.
Tulisan toloq biasanya sangat panjang (ratusan halaman) dan menceritakan
sebnah peristiwa bersejarah dengan puitis.
Itulah serangkaian bukti bahwa dengan mempunyai
kemampnan menulis, beragam aktivitas dan peristiwa yang dialami mannsia bisa
terdokumentasikan ke dalam berbagai bentuk. Dari dokumen-dokumen yang tersisa
itulah, penelitian dan penulisan sejarah bisa dilakukan. Akibat beragamnya
bahasa dari adat kebiasaan yang dipakai oleh berbagai suku bangsa, beragam pula
bentuk dokumen yang dihasilkan. Dengan langkah-langkah penelitian sejarah yang
telah kamu pelajari di depan, kamu bisa mengungkap tradisi sejarah yang ada
pada suatu masyarakat.