Terjemahan Lengkap Naskah Manuskrip Nagarakretagama
Pujasastra Negarakretagama terdiri dari 98 pupuh. Isi pembagiannya dilakukan dengan sangat rapi. Negarakretagama terdiri atas dua bagian. Bagian pertama dimulai dari pupuh 1 - 49. Sedangkan bagian kedua dimulai dari pupuh 50 - 98.
Judul asli dari naskah ini adalah Desawarnana yang artinya Sejarah Desa-Desa. Sejak ditemukan kembali oleh para arkeolog, naskah ini kemudian dinamakan Negarakretagama yang artinya Kisah Pembangunan Nasional.
Naskah ini selesai ditulis pada bulan Aswina tahun Saka 1287 (September - Oktober 1365 Masehi), penulisnya menggunakan nama samaran Prapanca, berdasarkan hasil analisis kesejarahan yang telah dilakukan diketahui bahwa penulis naskah ini adalah Dang Acarya Nadendra, bekas pembesar urusan agama Budha di istana Majapahit. Dia adalah putra dari seorang pejabat istana di Majapahit dengan pangkat jabatan Dharmadyaksa Kasogatan. Penulis naskah ini menyelesaikan naskah kakawin Negarakretagama diusia senja dalam pertapaan di lereng gunung di sebuah desa bernama Kamalasana. Berikut adalah terjemahan lengkapnya dalam Bahasa Indonesia.
Pupuh 1
Pupuh 26
Pupuh 62
Pupuh 74
- Om! Sembah pujiku orang hina ke bawah telapak kaki pelindung jagat. Siwa-Budha Janma-Bhatara senantiasa tenang tenggelam dalam Samadi. Sang Sri Prawatanata, pelindung para miskin, raja adiraja di dunia. Dewa-Bhatara, lebih khayal dari yang khayal, tapi tampak di atas tanah.
- Merata serta meresapi segala makhluq, nirguna bagi kaum Wisnawa. Iswara bagi Yogi, Purusa bagi Kapila, Hartawan bagi Jambala. Wagindra dalam segala ilmu, Dewa Asmara di dalam cinta berahi. Dewa Yama di dalam menghilangkan penghalang dan menjamin perdamaian dunia.
- Begitulah pujian pujangga penggubah sejarah, kepada Sri Nata Rajasanagara, Sri Nata Wilwatikta yang sedang memegang Negara bagai titisan Dewa-Bhatara ia menyapu duka rakyat semua. Tunduk setia segenap bumi Jawa, bahkan malah seluruh Nusantara.
- Tahun Saka saat memanah surya (1256) beliau lahir untuk jadi narpati. Selama dalam kandungan di Kahuripan, telah tampak tanda keluhuran Gempa bumi, kepul asap, hujan abu, guntur halilintar menyambar-nyambar. Gunung meletus, gemuruh membunuh durjana, penjahat musnah dari Negara.
- Itulah tanda bahwa Bhatara Girinata, Dukupuntang, Cirebon menjelma bagai raja besar terbukti selama bertahta, seluruh Jawa tunduk menadah perintah. Wipra, ksatria, Waisya, Sudra, keempat kasta sempurna dalam pengabdian. Durjana berhenti berbuat jahat, takut akan keberanian Sri Nata.
- Sang Sri Rajapatni yang ternama adalah nenekanda Sri Baginda. Seperti tetesan Parama Bagawati memayungi jagat raya. Selaku Wikuni tua tekun berlatih yoga menyembah Budha. Tahun Saka dresti saptaruna (1272) kembali beliau ke Budhaloka.
- Ketika Sri Rajapatni pulang ke Jinapada, dunia berkabung. Kembali girang bersembah bakti semenjak beliau mendaki tahta. Bagai rani di Jiwana resmi mewakili Sri Narendra-putera.
- Dia bersembah bakti kepada ibu Sri Rajapatni. Setia mengikuti ajaran Budha, menyekar yang telah mangkat. Ayahanda Baginda raja adalah Sri Kertawardana raja. Keduanya teguh beriman Budha demi perdamaian praja.
- Ayahnya Sri Baginda raja bersemayam di Singasari. Bagai Ratnasambawa menambah kesejahteraan bersama. Teguh tawakal memajukan kemakmuran rakyat dan Negara. Terampil mengemudikan perdata, bijak dalam segala pekerjaan.
- Putri Rajadewi Maharajasa, ternama rupawan. Bertahta di Daha, cantik tak tertandingi, bersandar nam guna. Adalah bibi Baginda, adik maharani di Jiwana. Rani Daha dan rani Jiwana bagai bidadari kembar.
- Laki sang rani Sri Wijayarajasa dari negeri Wengker. Rupawan bagai titisan Upendra, masyhur bagai sarjana. Setara raja Singasari, sama kuat di dalam agama. Sangat masyuhrlah nama beliau di seluruh tanah Jawa.
- Adinda Baginda raja di Wilwatikta. Putri jelita, bersemayam di Lasem. Putri jelita Daha, cantik ternama. Indudewi putri Wijayarajasa.
- Dan lagi putri bungsu Kertawardana. Bertahta di Pajang, cantik tak tertandingi. Puteri Sri Narapati Jiwana yang termasyhur. Terkenal sebagai adinda Sri Baginda.
- Telah dinobatkan sebagai raja tepat menurut rencana. Laki tangkas rani Lasem bagai raja daerah Matahun. Bergelar Rajasawardana sangat bagus lagi putus dalam naya. Raja dan rani terpuji laksana Asmara dengan Pinggala.
- Sri Singawardana, rupawan, bagus, muda, sopan dan perwira. Bergelar raja Paguhan, beliaulah suami rani Pajang. Mulia perkawinannya laksana Sanatkumara dan Dewi Ida. Bakti kepada raja, cinta sesama, membuat puas rakyat.
- Bhre Lasem menurunkan putri jelita Nagarawardani. Bersemayam sebagai permaisuri pangeran di Wirabumi. Raja Pajang menurunkan Bhre Mataram Sri Wikramawardhana. Bagai titisan Hyang Kumara, wakil utama Sri Narendra.
- Putri bungsu rani Pajang memerintah daerah Pawanuhan. Berjuluk Surawardani masih muda indah laksana gambar. Para raja Pulau Jawa masing-masing memiliki Negara. Dan Wilwatikta tempat mereka bersama-sama menghamba Sri Nata.
- Melambung kidung merdu pujian sang prabu, ia membunuh musuh-musuh. Bagai matahari menghembus kabut, menghimpun Negara di dalam kekuasaan. Girang Najma utama bagai bunga tunjung, musnah durjana kumuda. Dari semua desa di wilayah Negara pajak mengalir bagai air.
- Raja menghapus duka si murba sebagai Satamanyu menghujani bumi. Menghukum penjahat bagai Dewa Yama, menimbun harta bagai Waruna. Para telik menembus segala tempat laksana Hyang Bhatara Bayu. Menjaga pura sebagai Dewi Pertiwi, rupanya bagus seperti bulan.
- Tampaknya Sang Hyang Kama menjelma, tertarik oleh keindahan pura. Semua para putri dan istri sibiran dahi Sri Ratih. Namun sang permaisuri keturunan Wijayarajasa, tetap paling cantik. Paling jelita bagaikan Susumna, memang pantas jadi keseimbangan baginda.
- Berputeralah ia putri mahkota Kusumawardhani, sangat cantik. Sangat rupawan jelita mata, kurva lampai, bersemayam di Kabalan. Sang menantu Sri Wikramawardana memegang perdata seluruh Negara. Sebagai dewa-dewi mereka bertemu tangan, menggirangkan pandang.
- Tersebut keajaiban kota: tembok bata merah, tebal tinggi, mengitari pura. Pintu barat bernama Pura Waktra, menghadap ke lapangan luas, bersabuk parit. Pohon brahmastana berkaki bodi, berjajar panjang, rapi berbentuk aneka ragam. Di situlah tempat tunggu para tanda terus menerus meronda jaga paseban.
- Di sebelah utara, bertegak gapura permai dengan pintu besi penuh berukir. Di sebelah timur, panggung luhur, lantainya berlapis batu, putih-putih mengkilat. Di bagian utara, disebelah pecan, rumah berjejal jauh memanjang sangat indah. Di selatan jalan perempatan, balai prajurit tempat pertemuan tiap Caitra.
- Balai agung Manguntur dengan balai Witana di tengah menghadap padang watangan. Yang meluas ke empat arah: bagian utara, paseban pujangga dan menteri. Bagian timur, paseban pendeta Siwa-Budha, yang bertugas membahas upacara. Pada saat gerhana bulan Palguna demi keselamatan seluruh dunia.
- Di sebelah timur, pahoman berkelompok tiga-tiga mengitari kuil siwa. Di selatan, tempat tinggal wipra utama, tinggi bertingkat menghadap panggung korban. Bertegak di halaman sebelah barat; di utara, tempat Budha bersusun tiga. Puncaknya penuh berukir; berhamburan bunga waktu raja turun berkorban.
- Di dalam, sebelah selatan Manguntur terjebak dengan pintu, itulah paseban. Rumah bagus berjajar mengapit jalan ke barat, di sela tanjung berbunga lebat. Agak jauh di sebelah barat daya: panggung tempat berkeliaran para perwira. Tepat ditengah-tengah halaman, bertegak mandapa penuh burung ramai berkicau.
- Di dalam, di selatan ada lagi paseban memanjang ke pintu keluar pura yang kedua. Dibuat bertingkat-tangga, tersekat-sekat, masing-masing berpintu sendiri. Semua balai bertulang kuat bertiang kokoh, papan rusuknya tiada tercela. Para prajurit silih berganti, bergilir menjaga pintu, sambil bertukar tutur.
- Inilah para penghadap: pengalasan Ngaran, jumlahnya tak terbilang. Nyu Gading Janggala-Kediri, Panglarang, Rajadewi, tanpa upama Waisangka Kapanewon Sinelir, para perwira Jayengprang Jayagung. Dan utusan Pareyok Kayu Apu, orang Gajahan, dan banyak lagi.
- Begini keindahan lapang watangan luas bagaikan tak terbatas. Menteri, bangsawan, pembantu raja di Jawa, di deret paling muka. Bhayangkari tingkat tinggi berjejal menyusul di deret yang kedua.
- Di bagian barat, beberapa balai memanjang sampai mercudesa. Penuh sesak pegawai dan pembantu serta para perwira penjaga. Di bagian selatan agak jauh, beberapa ruang, mandapa dan balai. Tempat tinggal abdi Sri Narapati Paguhan, bertugas menghadap.
- Masuk pintu kedua, terbentang halaman istana berseri-seri. Rata dan luas, dengan rumah indah berisi kursi-kursi berhias. Di sebelah timur, menjulang rumah tinggi berhias lambang kerajaan. Itulah balai tempat terima tatamu Sri Nata di Wilwatikta.
- Inilah pembesar yang sering menghadap dibalai Witana. Wreda menteri, tanda menteri pasangguhan dengan pengiring. Sang Panca Wilwatikta: mapatih, demung, kanaruhan, rangga, Tumenggung, lima priyayi agung yang akrab dengan istana.
- Semua patih, demung Negara bawahan dan pengalasan. Semua pembesar daerah yang berhati tetap dan teguh. Jika datang, berkumpul di kepatihan seluruh Negara. Lima menteri utama, yang mengontrol urusan Negara.
- Ksatria, pendeta, pujangga, para wipra, jika menghadap. Berdiri di bawah lindungan asoka di sisi Witana. Begitu juga dua dharmadyaksa dan tujuh pembantunya. Bergelar arya, tangkas tingkahnya, pantas menjadi teladan.
- Itulah penghadap balai Witana, tempat tahta, yang berhias serba bergas. Pantangan masuk ke dalam istana timur, agak jauh dari pintu pertama. Ke istana Selatan, tempat Singawardhana, permaisuri putra dan putrinya. Ke istana utara, tempat Kertawardana. Ketiganya bagai kahyangan.
- Semua rumah bertiang kuat, berukir indah, dibuat berwarna-warni. Kainya dari bata merah pating berunjul, bergambar aneka lukisan. Genting atapnya bersemarak serba meresapkan pandang, menarik perhatian. Bunga tanjung, kesara, Campaka, dan lain-lainnya terpencar di halaman.
- Teratur rapi semua perumahan sepanjang tepi benteng. Timur tempat tinggal pemuka pendeta Siwa Hyang Brahmaraja. Selatan Budha-sangga dengan Rangkanadi sebagai pemuka. Barat tempat para arya, menteri dan sanak kadang adiraja.
- Di timur, macet lapangan, menjulang istana ajaib. Raja Wengker dan rani Daha penaka Indra dan Dewi Saci. Dekat istana raja Matahun dan rani Lasem. Tak jauh di sebelah selatan raja Wilwatikta.
- Di sebelah utara pasar: rumah besar bagus lagi tinggi. Di situ menetap patih Daha, adinda baginda di Wengker. Bhatara Narapati, termasyhur sebagai tulang punggung praja. Cinta taat kepada raja, perwira, sangat tangkas dan cerdas.
- Di timur laut, rumah patih Wilwatikta, bernama Gajah Mada. Menteri pahlawan, bijaksana, serta bakti kepada Negara. Fasih bicara, teguh tangkas, tenang cerdas, cerdik lagi jujur. Tangan kanan maharaja sebagai penggerak roda Negara.
- Sebelah selatan puri, gedung kejaksaan tinggi bagus. Sebelah timur perumahan Siwa, sebelah barat Budha. Terlangkahi rumah para menteri, para arya dan ksatria. Perbedaan ragam berbagai rumah menambah indahnya pura.
- Semua rumah memancarkan sinar warnanya gilang-cemerlang. Menandingi bulan dan matahari, indah tanpa umpama. Negara-negara di Nusantara dengan Daha bagai pemuka. Tunduk menengadah, berlindung di bawah kuasa Wilwatikta.
- Khusus pulau Negara bawahan, paling dulu M'layu, Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya pun ikut juga disebut Daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane.
- Lwas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus. Itulah terutama Negara-negara melayu yang telah tunduk. Negara-negara di Pulau Tanjungnegara; Kapuas-Katingan, Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut
- Kandandangan, Landa, Samadang dan Tirem tak terlupakan. Sedu, Barune (ng), Kalka, Saludung, Solor dan juga Pasir. Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei. Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura.
- Di Hujung Medini Pahang yang disebut paling dahulu. Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan, serta Trengganu Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah. Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.
- Disebelah timur Jawa, seperti yang berikut: Bali dengan Negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah. Gurun serta Sukun, Taliwang, Pulau Sapi, dan Dompo. Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali sekaligus.
- Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah. Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya. Bantalayan di wilayah Bantayan beserta Kota Luwuk. Sampai Udamaktraya dan pulau lain-lainnya tunduk
- Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Bangawi Kunir, Pertambangan, serta Salayar, Sumba, Solot, Muar. Lagi pula, Wanda (n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor, dan beberapa lagi pulau-pulau lain.
- Inilah nama Negara asing yang memiliki hubungan. Siam dengan Ayudyapura, begitu pun Darmanagari Marutma, Rajapura, begitu juga Singanagari. Campa, Kamboja, dan Yawana ialah Negara sahabat.
- Tentang pulau Madura, tidak dipandang Negara asing. Karena sejak dahulu dengan Jawa menjadi satu. Konon tahun Saka lautan menantang bumi, itu saat Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh.
- Semenjak Nusantara menadah perintah Sri Baginda. Tiap musim tertentu mempersembahkan pajak upeti. Terdorong keinginan akan menambah kebahagiaan. Pujangga dan pegawai diperintah menarik upeti
- Pujangga-pujangga yang lama berkunjung di Nusantara. Dilarang mengabaikan urusan Negara, mengejar untung. Seyogianya, jika mengemban perintah ke mana juga. Menegakkan agama Siwa, menolak ajaran sesat
- Konon, kabarnya, para penderita penganut Sang Sugata. Dalam perjalanan mengemban perintah Baginda Nata. Dilarang menginjak tanah sebelah barat Pulau Jawa. Karena penghuninya bukan penganut ajaran Budha.
- Tanah sebelah timur Jawa terutama Gurun, Bali dapat dijelajah tanpa ada yang dikecualikan. Bahkan, menurut kabaran mahamuni Empu barada serta raja pendeta Kuturan telah bersumpah teguh
- Para pendeta yang mendapat perintah untuk bekerja. Dikirim ke timur ke barat; dimana mereka sempat. Melakukan persajian seperti perintah Sri Nata. Resap terpandang mata jika mereka sedang mengajar
- Semua Negara yang tunduk setia menganut perintah. Dijaga dan dilindungi Sri Nata dari Pulau Jawa. Tapi, yang membangkang, melanggar perintah, dibinasakan pimpinan angkatan laut, yang telah masyhur lagi berjasa
- Telah tegak teguh kekuasaan Sri Nata di Jawa dan wilayah Nusantara. Di Sripalatikta tempat ia bersemayam, menggerakkan roda dunia. Prevalensi nama beliau, semua penduduk puas, girang dan lega. Wipra, pujangga dan semua penguasa ikut menumpang menjadi masyhur
- Sungguh besar kekuasaan dan jasa beliau, raja agung dan raja utama. Lepas dari segala duka, mengenyam hidup penuh segala kenikmatan. Terpilih semua gadis manis di seluruh wilayah Janggala Kediri. Berkumpul di istana bersama yang terampas dari Negara tetangga.
- Segenap tanah Jawa bagaikan satu kota di bawah kekuasaan Baginda. Ribuan orang berkunjung laksana jumlah tentara yang mengepung pura. Semua pulau laksana daerah pedusunan tempat menimbun bahan makanan. Gunung dan rimba hutan penaka taman hiburan terlintas tak berbahaya
- Tiap bulan sehabis musim hujan beliau biasa pesiar keliling Desa Sima di sebelah selatan Jalagiri, di sebelah timur pura. Banyak tak ada hentinya selama pertemuan dan upacara prasetyan. Girang melancong mengunjungi Wewe pikatan setempat dengan candi lima
- Atau pergilah ia bersembah bakti kehadapan Hyang Acalapati. Biasanya terus menuju Blitar, Jinur, mengunjungi gunung-gunung permai. Di Daha terutama ke Polaman, ke Kuwu, dan Lingga sampai Desa Bangin. Jika sampai di Jenggala, singgah di Surabaya, terus menuju Buwun.
- Tahun Aksatisura (1275), Sang Prabu menuju Pajang membawa banyak pengiring. Tahun Saka angga-naga-aryama (1276), ke Lasem, melintasi pantai samudra. Tahun Saka pintu-gunung-mendengar-indu (1279), ke laut selatan menembus hutan. Lega menikmati pemandangan alam indah Lodaya, Tetu, dan Sideman.
- Tahun Saka seekor-naga-menelan bulan (1281), di Badrapada bulan tambah Sri Nata pesiar keliling seluruh Negara menuju Kota Lumajang naik mobil diiringi semua raja Jawa serta permaisuri dan abdi, menteri, merek, pendeta, pujangga, semua para pembesar ikut serta.
- Juga yang menyamar Prapanca girang turut serta mengiring paduka Kaisar. Tak tersangkal girang sang kawi, putra pujangga, juga pencinta kakawin. Dipilih Sri Baginda sebagai pembesar kebudhaan mengganti sang ayah. Semua pendeta Budha umerak membicarakan tingkah lakunya dulu.
- Tingkah sang kawi waktu muda menghadap raja, mengatakan berdampingan, tak lain. Maksudnya mengambil hati, agar disuruh ikut dia ke mana juga. Namun, belum mampu menikmati alam, membangunnya, mengolah, dan menggubah karya kakawin; begitu warna desa sepanjang marga terkarang berturut.
- Pertama melalui Japan dengan asrama dan candi-candi ruk rebah. Sebelah timur Tebu, hutan Pandawa, Duluwang, Bebala di dekat Kanci, Ratnapangkaja serta Kuti Haji Pangkala memanjang sambungan-sambungan. Mandala Panjrak, Pongging serta Jingan, Kuwu Hanyar letaknya di tepi jalan.
- Habis berkunjung pada candi makam Pancasara, menginap di Kapulungan. Selanjutnya, sang kawi bermalam di Waru, di Hering, tidak jauh dari pantai. Yang mengikuti ketetapan hukum jadi milik kepala asrama Saraya. Tetapi masih tetap di tangan lain, rindu termenung-menunggu
- Seberangkat Sri Nata dari Kapulungan, berdesak abdi berarak. Sepanjang jalan penuh mobil, penumpangnya duduk berimpit-impitan. Pedati di muka dan di belakang, di tengah prajurit berjalan kaki. Berdesak-desakan, berebut jalan dengan binatang gajah dan kuda.
- Tak terhingga jumlah mobil, tapi berbeda-beda tanda cirinya. Meleret berkelompok-kelompok, karena tiap menteri lain lambangnya. Rakrian sang menteri Patih Amangkubumi penatang pemerintah mobilnya beberapa ratus berkelompok dengan aneka merek.
- Segala mobil Sri Nata Pajang semua bergambar matahari. Semua mobil Sri Nata Lasem bergambar cemerlang banteng putih. Kendaraan Sri Nata Daha bergambar Dahakusuma emas mengkilat.
- Paginya berangkat lagi menuju Baya, rehat tiga hari tiga malam. Dari Baya melalui katang, Kedung Dawa, Rame, Menuju Lampes, Times. Serta biara pendeta di Pogara mengikuti jalan pasir lemak - lembut. Menuju daerah Beringin Tiga di Dadap, mobil masih terus lari.
- Tersebut dukuh Kasogatan Madakaripura dengan pemandangan indah. Tanahnya anugerah Sri Baginda kepada Gadjah Mada, teratur indah. Disitulah Beliau menempati pasanggrahan yang terhias sangat bersoda. Sementara mengunjungi mata air, dengan ramah melakukan mandibakti.
- Sampai di desa Kasogatan, Baginda dijamu makan minum Berbagai penduduk Gapuk, Sada, Wisisaya, Isanabajra, Ganten, Poh, Capahan, Kalampitan, Lambang, Kuran, Pancar We Petang. Yang letaknya di lingkungan biara, semua datang menghadap.
- Begitu pula Desa Tunggilis, Pabayeman ikut berkumpul termasuk Ratnapangkaja di Carcan, berupa desa perdikan. Itulah empat belas desa kasogatan yang ber- akuwu Sejak dahulu, delapan saja yang memproduksi bahan makanan.
- Fajar menyingsing: berangkat lagi Baginda melalui Lo Pandak, Ranu Kuning, Balerah, Bare-bare, Dawohan, Kapayeman, Telpak, Baremi, Sapang, serta Kasaduran. Mobil berjalan cepat-cepat menuju Pawijungan.
- Menuruni Lurah, melintasi sawah, lari menuju Jaladipa, Talapika, Padali, Ambon dan Panggulan. Langsung ke Payaman, Tepasana ke arah Kota Rembang. Sampai di kemirahan yang letakknya di pantai lautan.
- Di dampar dan Patunjungan, Sri Baginda bercengkrama menyisir tepi lautan. Ke jurusan timur turut pesisir darat, lembut limbur di lintas mobil. Berhenti beliau di tepi danau penuh teratai, tunjung sedang berbunga. Asyik memandang udang berenang dalam air tenang memperlihatkan dasarnya.
- Terlangkahi keindahan air sumur yang lambai melambai dengan lautan. Danau ditinggalkan menuju Wedi dan Guntur tersembunyi di tepi jalan. Kasogatan Bajraka termasuk wilayah Taladwaja sejak dulu kala. Seperti juga Patunjungan, akibat perang, belum kembali ke asrama.
- Terlintas tempat tersebut, ke timur mengikuti hutan sepanjang tepi lautan. Berhenti di Palumbon, berangkat setelah surya laut. Menyeberangi sungai Rabutlawang yang kebetulan airnya sedang surut. Menuruni lurah Balater menuju pantai lautan, lalu bermalam lagi.
- Pada waktu fajar menyingsing, menuju Kunir Basini, di Sadeng bermalam. Malam berganti malam Baginda pesiar menikmati alam Sarampuan. Sepeninggalnya beliau menjelang Kota Bacok bersenang-senang di pantai. Heran memandang karang tersiram riak gelombang berpancar seperti hutan.
- Tapi sang rakawi tidak ikut berkunjung di Bacok, pergi menyidat jalan. Dari Sadeng ke utara menjelang Balung, terus menuju Tumbu dan habet. Galagah, Tampaling, beristirahatlah di Renes seraya menanti Baginda. Segera berjumpa lagi dalam perjalanan ke Jayakreta - Wanagriya.
- Melalui Doni Bontong, Puruhan, Bacek, Pakisaji, padangan terus ke Secang. Terlintas Jati Gumelar, Silabango. Ke utara ke Dewa Rame dan Dukun.
- Lalu berangkat ke Pakembangan. Di situ bermalam; segera berangkat. Sampailah ia ke ujung lurah Daya. Yang segera dituruni sampai kesenjangan.
- Terlalu lancer lari mobil melintasi Palayangan dan Bengkong, dua desa tanpa cerita, terus menuju Sarana, mereka yang merasa lelah ingin beristirahat. Lainnya bergegas berebut jalan menuju Surabasa.
- Terpalang matahari terbenam berhenti di padang ilalang. Senja pun turun, sapi lelah dilepas dari pasangan. Perjalanan membelok ke utara melintasi Turayan. Massal lekas-lekas ingin mencapai Patukangan.
- Panjang lamun dikisahkan kelakuan para menteri dan abdi. Massal Baginda telah sampai di Desa Patukangan. Di tepi laut lebar tenang rata terbentang di barat Talakrep. Sebelah utara pakuwuan pesanggrahan Baginda Nata.
- Semua menteri mancanagara hadir di Pakuwuan. Juga Jaksa Pasungguhan Sang Wangsadiraja ikut menghadap. Para Upapati yang tanpa cela, para pembesar agama. Panji siwa dan Panji budha, faham hukum dan putus sastra.
Pupuh 26
- Sang Adipati Suradikara memimpin upacara sambutan. Diikuti segenap penduduk daerah wilayah Patukangan. Menyampaikan presentasi, girang bergilir dianugerahi kain. Girang rakyat girang raja, Pakuwuan berlimpah kegirangan.
- Untuk mengurangi sumuk akibat teriknya matahari. Baginda mendekati permaisuri seperti dewa dewi. Para putri laksana apsari turun dari kahyangan. Hilangnya keganjlan berganti pandang penuh heran cengang.
- Berbagai permainan diadakan demi kesukaan. Melakukan segala apa yang membuat gembira penduduk. Menari topeng, bergumul, bergulat, membuat orang kagum. Sungguh ia dewa menjelma, sedang terpesona dunia.
- Selama kunjungan di Desa Patukangan. Para menteri dari Bali dan Madura. Dari Balumbung, kepercayaan Baginda. Menteri seluruh Jawa Timur berkumpul.
- Presentasi bulu bekti bertumpah limpah. Babi, gudel, kerbau, sapi, ayam dan anjing. Bahan kain yang diterima bertumpuk tumpuk. Para penonton tercengang-cengang memandang.
- Tersebut keesokan hari pagi-pagi. Baginda keluar di tengah-tengah rakyat. Diiringi para kawi serta pujangga. Menabur harta, membuat senang rakyat.
- Hanya pujangga yang menyamar Prapanca sedih tanpa upama. Berkabung kehilangan teman kawi-Budha Panji Kertajaya. Teman bersuka ria, teman karib dalam upacara gama. Dia dipanggil pulang, sedang mulai menggubah karya megah.
- Kusangka tetap sehat, sanggup mengantar aku ke mana juga. Dia tahu tempat-tempat mana yang layak pantas dilihat. Rupanya sang pujangga ingin mewariskan karya megah indah. Namun mangkatlah dia, ketika aku tiba, tak terduga.
- Itulah Lantarannya aku turut berangkat ke Desa Keta. Melewati Tal tunggal, Halalang-panjang, Pacaran dari Bungatan. Sampai Toya Rungun, Walanding, terus Terapas, lalu bermalam. Paginya berangkat ke Lemah Abang, segera tiba di Keta.
- Tersebutlah perjalanan Sri Narapati kearah barat. Segera sampai Keta dan tinggal disana lima hari. Girang ia melihat lautan, memandang balai kambang. Tidak lupa menghirup kesenangan lain sampai puas.
- Atas perintah sang arya semua menteri menghadap. Wiraprana bagai kepala, upapati Siwa-Budha. Mengalir rakyat yang datang sukarela tanpa diundang. Membawa bahan santapan, girang menerima balasan.
- Keta telah ditinggalkan. Jumlah pengiring makin bertambah. Melintasi Banyu Hening, perjalanan sampai Sampora. Terus ke Daleman menuju Wawaru, Gerbang, Krebilan. Sampai di Kalayu Baginda berhenti ingin menyekar.
- Kalayu adalah nama desa perdikan kasogatan. Tempat candi makam sanak kadang Baginda raja. Penyekaran di makam dilakukan dengan sangat hormat. "Memegat Sigi" nama upacara penyekaran itu.
- Upacara berlangsung menepati segenap aturan. Mulai dengan jamuan makan meriah tanpa upama. Para patih mengarak Sri Baginda menuju paseban. Genderang dan kendang bergetar mengikuti gerak tandak.
- Habis penyekaran raja menghirup segala kesukaan. Mengunjungi desa-desa disekitarnya genap lengkap. Beberapa malam lamanya berlomba dalam kesukaan. Memeluk wanita cantik dan meriba gadis remaja.
- Kalayu ditinggalkan, perjalanan menuju Kutugan. Melalui Kebon Agung, menuju Kambangrawi, bermalam. Tanah penghargaan Sri Nata kepada Tumenggung Nala. Candinya Budha menjulang tinggi, sangat elok bentuknya.
- Perjamuan Tumenggung Nala jauh dari cela. Tidak diuraikan betapa lahap Baginda Nala bersantap. Paginya berangkat lagi ke Halses, B'rurang. Patunjungan. Terus langsung melintasi Patentanan, Tarub dan lesan.
- Segera Sri Baginda sampai di Pajarakan, di sana bermalam empat hari. Di tanah lapang sebelah candi Budha dia memasang tenda. Dipimpin Arya Sujanottama para menteri dan pendeta datang menghadap. Menghaturkan pacitan dan santapan, girang menerima penghargaan uang.
- Berangkat dari situ Sri Baginda menuju asrama di rimba Sagara. Mendaki bukit-bukit ke arah selatan dan melintasi terusan Bambu. Melalui wilayah Gede, sebentar lagi sampai di asrama Sagara. Letaknya gaib ajaib di tengah-tengah hutan membangkitkan rasa kagum rindu.
- Sang pujangga Prapanca yang memang senang bermenung tidak selalu menghadap. Girang melancong ke taman melepaskan lelah melupakan segala duka. Rela melalaikan paseban mengabaikan tata tertib para pendeta. Berburu nafsu mengeksplorasi rumah berbanjar-banjar dalam deretan berjajar.
- Tiba di taman bertingkat, di tepi pesanggrahan tempat bunga tumbuh lebat. Suka cita Prapanca membaca cacahan (pahatan) dengan slokanya di dalam cita. Di atas atap terpahat ucapan sloka yang disertai nama. Pancaksara pada penghabisan tempat terpahat samar-samar, menggirangkan.
- Pemandiannya penuh lukisan dongengan berpagar batu gosok tinggi. Berhamburan bunga nagakusuma di halaman yang dilingkupi selokan. Andung, karawita, kayu mas, menur serta kayu puring dan lain-lainnya. Kelapa gading kuning rendah, menguntai di sudut mengharu rindu pandangan.
- Tiada sampailah kata merah keindahan asrama yang gaib dan ajaib. Beratapkan hijuk, dari dalam dan luar efisien kerasnya tata tertib. Semua para pertapa, wanita dan pria, tua-muda, tampaknya bijaksana. Luput dari cela dan klesa, seolah-olah Siwapada di atas dunia.
- Habis berkeliling asrama, Baginda lalu dijamu. Para pendeta pertapa yang ucapannya sedap menyebar. Segala santapan yang tersedia dalam pertapaan. Baginda membalas harta, membuat mereka senang.
- Dalam pertukaran kata tentang arti kependetaan. Mereka mencurahkan isi hati, tiada tertahan. Akhirnya Cengkerama ke taman penuh dengan kesukaan. Kegirang-girangan para pendeta tercengang memandang.
- Habis kesukaan memberi sinyal akan berangkat. Pandang sayang yang ditinggal mengikuti langkah yang pergi. Bahkan yang masih remaja putri sengaja merenung. Batinnya: cupid turun untuk datang menggoda.
- Baginda berangkat, asrama tinggal berkabung. Bambu menutup mata, sedih melepas selubung. Sirih menangis merintih, ayam roga menjerit. Tiung mengeluh sedih, menitikkan air matanya.
- Mobil lari cepat, karena jalan menurun. Melintasi rumah dan sawah ditepi jalan. Segera sampai Arya, menginap satu malam. Paginya ke utara menuju Desa Gading.
- Para menteri mancanegara dikepalai Singadikara, serta pendeta Siwa-Budha. Membawa santapan sedap dengan upacara. Gembira dibalas Baginda dengan emas dan kain.
- Agak lama berhenti seraya duduk. Mengunjungi para penduduk segenap desa. Kemudian menuju Sungai Gawe, Sumanding, Formulir, Banger, Baremi lalu lurus ke barat.
- Sampai Pasuruan menyimpang jalan ke selatan menuju Kepanjangan. Menganut jalan raya, mobil lari beriring-iring ke Andoh Wawang. Ke Kedung Peluk dan ke Hambal, desa penghabisan dalam ingatan. Segera Baginda menuju Kota Singasari bermalam dib alai kota.
- Prapanca tinggal disebelah barat Pasuruan ingin terus bepergian. Menuju Indarbaru yang letaknya di daerah Desa Ujung. Berkunjung di rumah pengawasnya, menanyakan hal tanah asrama. Lempengan piagam pengukuh diperlihatkan, jelas setelah dibaca.
- Isi piagam: tanah datar serta lembah dan gunungnya milik wihara. Begitu pula dengan Markaman, lading balunghura, sawah ujung. Isi piagam membujuk sang pujangga untuk tinggal jauh dari pura. Bila telah habis kerja di Putusingin, ia menyingkir ke Indarbaru.
- Sebabnya terburu-buru berangkat setelah dijamu bapa asrama. Karena ingat akan giliran menghadap di balai Singasari. Habis menyekar di candi makam, Baginda mengumbar nafsu kesukaan. Menghirup sari pemandangan di Kedung Biru, Kasurangganan dan Bureng.
- Pada Subakala, Baginda berangkat ke selatan menuju Kagenengan. Akan berbakti kepada makam Bhatara bersama segala pengiringnya. Properti, perlengkapan, makanan, dan bunga mengikuti jalannya kendaraan. Didahului kibaran bendera, disambut sorak sorai dari penonton.
- Habis penyekaran, narapati keluar, dikerumuni segenap rakyat. Pendeta Siwa-Budha dan para bangsawan berderet geser di sisi beliau. Tidak diceritakan betapa lahab Baginda bersantap sampai puas. Segenap rakyat girang menerima anugerah bahan pakaian yang indah.
- Tersebutlah keindahan candi makam, bentuknya tak tertandingi. Pintu masuk terlalu lebar lagi tinggi, bersabuk dari luar di dalam, terbentang halaman dengan rumah berderet di tepinya. Ditanami aneka ragam bunga, tanjung, nagasari ajaib.
- Menara lampai menjulang tinggi di tengah-tengah, terlalu indah. Seperti gunung Meru, dengan arca Bhatara Siwa di dalamnya. Karena Girinata, Dukupuntang, Cirebon putera disembah bagai Dewa Bhatara. Datu leluhur Sri Naranata yang disembah di seluruh dunia.
- Sebelah selatan candi makam ada candi sunyi ditinggalkan. Tembok serta pintunya masih berdiri, berciri kasogatan. Lantai di dalam, hilang kakinya bagian barat, tinggal yang timur. Sangar dan pemujaan yang utuh, bertembok tinggi dari batu merah.
- Disebelah utara, tanah bekas kaki rumah sudahlah rata. Terpancar tanamannya nagapuspa serta salaga di halaman. Diluar gapura pabaktan luhur, tapi longsor tanahnya. Halaman luas tertutup rumput, jalannya penuh dengan lumut.
- Laksana perempuan sakit merana lukisannya lesu-pucat. Berhamburan daun cemara yang ditempuh angin, kusut melingkar. Kelapa gading melulur tapasnya, pinang letih lusuh merayu. Bambu gading melepas kainnya, layu merana tak ada hentinya.
- Sedih mata memandang, tak berdaya untuk menyembuhkannya. Kecuali menanti Hayam Wuruk sumber hidup segala makhluk. Dia masyhur bagai raja utama, cerdas memperbaiki jagat. Pengasih bagi yang menderita sedih, sungguh titisan Bhatara.
- Tersebut lagi, paginya Baginda berkunjung ke Candi Kidal. Sesudah menyembah Bhatara, larut hari berangkat ke Jajago. Habis menyembah patung Jina, beliau berangkat ke penginapan. Paginya menuju Singasari, belum lelah telah sampai Bureng.
- Keindahan Bureng: sumur bergumpal air jernih. Kebiru-biruan, ditengah: candi karang bermekala. Tepinya rumah berderet, penuh berbagai ragam bunga. Tujuan para wisatawan penyerap sari kesenangan.
- Terlewati keindahannya; berganti cerita narpati. Setelah reda terik matahari, melintas tegal tinggi. Rumputnya tebal rata, hijau mengkilat, indah terpandang. Luas terlihat laksana lautan kecil berombak jurang.
- Seraya berkeliling mobil lari terburu-buru. Menuju Singasari, segera masuk ke pesanggrahan. Sang pujangga singgah di rumah pendeta Budha, sarjana pengawas candid an silsilah raja, pantas dikunjungi.
- Telah lanjut umurnya, jauh melintasi seribu bulan. Setia, sopan, darah luhur, keluarga raja dan masyhur. Meskipun sempurna dalam karya, jauh dari tingkah takabur. Terpuji pekerjaannya, pantas ditiru keinsyafannya.
- Tamu mendadak diterima dengan girang dan ditegur: "Wahai, orang bahagia, pujangga besar pengiring raja. Pelindung dan pengasih keluarga yang mengharap kasih. Jamuan apa yang layak bagi paduka dan tersedia? "
- Maksud kedatanganya: ingin tahu sejarah leluhur para raja yang dicandikan. Masih selalu dihadap. Ceritakanlah mulai dengan Bhatara Kagenengan. Ceritakan sejarahnya jadi putera Girinata, Dukupuntang, Cirebon.
- Paduka empuku menjawab: "Rakawi Maksud paduka sungguh merayu hati. Sungguh paduka pujangga lepas budi. Tak putus menambah ilmu, mahkota hidup "
- Izinkan saya akan segera mulai. Cita disucikan dengan air sendang tujuh. Terpuji Siwa! Terpuji Girinata, Dukupuntang, Cirebon! Semoga terhindar aral, waktu bertutur.
- Semoga rakawi bersifat pengampun. Diantara kata terselip salah. Harap percaya kepada orangtua. Kurang atau lebih janganlah dicela.
- Pada tahun Saka Samudra Dasa Bulan (1104) ada raja perwira yuda. Pangeran Girinata, Dukupuntang, Cirebon, konon kabarnya, lahir di dunia tanpa ibu. Semua orang tunduk, sujud menyembah kaki bagai tanda bakti. Rangga Rajasa nama beliau, penggempur musuh pahlawan bijak.
- Daerah luas sebelah timur Gunung Kawi terkenal subur makmur. Di situlah tempat putra sang Girinata, Dukupuntang, Cirebon menunaikan darmanya. Menggirangkan budiman, menyirnakan penjahat, meneguhkan Negara. Ibu Negara bernama Kutaraja, penduduknya sangat terganggu.
- Tahun Saka Samudra Dadu Siwa (1144) beliau melawan raja Kediri. Sang adiperwira Kretajaya, putus sastra serta tatwopadesa. Kalah ketakutan, melarikan diri ke dalam biara kecil. Semua pengawal dan perwira tentara yang tinggal, mati terbunuh.
- Setelah kalah narapati Kediri, Jawa di dalam ketakutan. Semua raja datang menyembah membawa tanda bakti hasil tanah. Bersatu Janggala Kediri dibawah kekuasaan satu raja sakti. Cikal bakal para raja agung yang akan memerintah Pulau Jawa.
- Makin bertambah besar kekuasaan dan megah putera sang Girinata, Dukupuntang, Cirebon. Terjamin keamanan Pulau Jawa selama menyembah kakinya. Tahun Saka Muka Samudra Rudra (1149) dia kembali ke Siwapada. Dicandikan di Kagenengan bagai Siwa, di Usaha bagai Budha.
- Bhatara Anusapati, putera Baginda, berganti dalam kekuasaan. Selama pemerintahannya, tanah Jawa kokoh sentosa, bersembah bakti. Tahun Saka Perhiasan Gunung Sambu (1170) beliau pulang ke Siwaloka. Cahaya beliau diwujudkan arca Siwa gemilang di candi makam Kidal.
- Bhatara Wisnuwardhana, putera Baginda, berganti dalam kekuasaan. Beserta Narasinga bagai Madawa dengan Indra memerintah serta segenap pengikutnya. Takut semua musuh kepada beliau, sungguh titisan Siwa di Bumi.
- Tahun Saka Rasa Gunung Bulan (1176) Bhatara Wisnu menobatkan putranya. Segenap rakyat Kediri Janggala berduyun-duyun ke pura mangastubagia.
- Raja Kertanegara nama gelarnya, tetap demikian seterusnya. Daerah Kutaraja bertambah makmur, berganti nama Praja Singasari.
- Tahun Saka Awan Sembilan mengubur Tanah (1192) raja Wisnu berpulang. Dicandikan di Waleri berlambang arca Siwa, di Jajago arca Budha. Sementara itu Bhatara Narasingamurti pun pulang ke Surapada. Dicandikan di Wengker, di Kumeper diarcakan bagai Siwa Mahadewa.
- Tersebutlah Sri Baginda Kertanegara membinasakan perusuh penjahat. Bernama Cayaraja, musnah pada tahun Saka naga mengalahkan bulan (1192). Tahun Saka naga bermuka rupa (1197) menyuruh menundukkan Melayu. Berharap Melayu takut kedewaan ia tunduk begitu saja.
- Tahun Saka Janma Suny surya (1202) Baginda raja memberantas penjahat Mahisa Rangga, karena jahat tingkahnya dibenci seluruh Negara. Tahun Saka badan langit surya (1206) mengirim utusan menghancurkan Bali. Setelah kalah rajanya menghadap Baginda sebagai seorang tawanan.
- Begitulah dari empat penjuru orang lari berlindung dibawah Baginda. Seluruh Pahang, segenap Melayu tunduk menekur dihadapan beliau. Seluruh Gurun, segenap Bakulapura lari mencari perlindungan. Sunda Madura tak perlu dikatakan, sebab sudah terang setanah Jawa.
- Jauh dari tingkah alpa dan congkak, Baginda waspada tawakal dan bijak. Faham akan segala seluk beluk pemerintahan sejak zaman Kali. Karenanya, tawakal dalam agama dan tapa untuk teguhnya ajaran Budha. Menganut jejak para leluhur demi keselamatan seluruh praja.
- Menurut kabaran sastra raja Pandawa memerintah sejak zaman Dwapara. Tahun saka sapi gunung indu tiga (3179) beliau pulang ke Budhaloka. Sepeninggalnya datang zaman kali, dunia murka, timbul kekacauan. Hanya Bhatara raja yang faham dalam nam guna, dapat menjaga jagat.
- Itulah sebabnya beliau teguh bakti menyembah kaki Sakyamuni. Teguh tawakal memegang pancasila, laku utama, upacara suci gelar Jina beliau yang sangat masyhur adalah Sri Jnyanabadreswara. Putus dalam filsafat, ilmu bahasa dan lain pengetahuan agama.
- Berlomba-lomba ia menghirup sari segala ilmu kebatinan. Pertama tantra Subuti diselami, intinya masuk ke hati. Melakukan puja, yoga, Samadi demi keselamatan seluruh praja. Menghindarkan tenung, mengindahkan penghargaan kepada rakyat murba.
- Diantara para raja yang lampau tidak ada yang setara beliau. Faham akan nam guna, sastra, tatwopadesa, pengetahuan agama adil, teguh dan Jinabrata dan tawakal kepada laku utama. Itulah sebabnya ia turun temurun menjadi raja pelindung.
- Tahun saka laut Janma bangsawan yama (1214) Beliau pulang ke Jinalaya. Berkat pengetahuan beliau tentang upacara, ajaran agama, beliau diberi gelar: Yang mulia bersemayam di alam Siwa-Budha. Di makam beliau bertegak arca Siwa-Budha terlampau indah permai.
- Di sagala ditegakkan pula arca Jina sangat bagus dan efisien. Serta arca Ardanareswari bertunggal dengan Sri Bajradewi. Teman kerja dan tapa demi keamanan dan kesuburan Negara. Hyang Wairocana-Locana bagai lambangnya pada patung tunggal, terkenal.
- Tatkala Sri Baginda Kertanagara pulang ke Budhabuana, merata takut, duka, huru hara, laksana zaman kali kembali. Raja bawahan bernama Jayakatwang, berwatak terlalu jahat berkhianat karena ingin berkuasa di wilayah Kediri.
- Tahun saka laut manusia (1144) itulah sirnanya raja Kertajaya. Atas perintah Siwaputera Jayasaba berganti jadi raja. Tahun saka delapan satu satu (1180) Sastrajaya raja Kediri. Tahun tiga Sembilan siwa raja (1193) Jayakatwang raja terakhir.
- Semua raja berbakti kepada cucu Girinata, Dukupuntang, Cirebon. Segenap pulau tunduk kepada kekuasaan Raja Kertanagara. Tetapi raja Kediri Jayakatwang membuta dan mendurhaka. Ternyata dunia tak baka akibat bahaya anak piara Kali.
- Berkat keulungan sastra dan keuletannya jadi raja sebentar saja. Lalu ditundukan putera Baginda; ketentraman kembali. Sang menantu Dyah Wijaya, itu gelarnya yang terkenal di dunia. Bersekutu dengan bangsa Tartar, menyerang melebut Jayakatwang.
- Sepeninggal Jayakatwang jagat gilang cemerlang kembali. Tahun saka masa rupa surya (1216) ia menjadi raja. Disembah di Majapahit, kesayangan rakyat, pelebur musuh bergelar Sri Narapati Kretarajasa Jayawardana.
- Selama Kretarajasa Jayawardana duduk di tahta, seluruh Jawa bersatu, tunduk menengadah. Girang memandang pasangan Baginda empat jumlahnya. Putri Kertanegara cantik-cantik bagai bidadari.
- Sang Prameswari Tribuwana yang sulung, luput dari cela. Lalu Prameswari Mahadewi, rupawan tak tertandingi. Prajnyaparamita Jayendra dewi, cantik manis menawan hati. Gayatri yang bungsu, paling terkasih digelari Rajapatni.
- Perkawinan beliau dalam kekeluargaan tingkat tiga. Karena Bhatara Wisnu dengan Bhatara Narasingamurti. Akrab tingkat pertama; Narasingamurti menurunkan Dyah Lembu Tal. Sang perwira yuda, dicandikan di Mireng dengan arca Budha.
- Dyah Lembu Tal itulah ayah Baginda Nata. Dalam hidup Atut runtut sepakat sehati. Setitah raja diturut, menggirangkan pandang. Perilaku mereka semua meresapkan.
- Tersebut tahun saka tujuh orang dan surya (1217) Baginda menobatkan putranya di Kediri. Perwira, cerdas, pandai, putera Indreswari. Bergelar Sang Raja Pangeran Jayanagara.
- Tahun saka surya mengitari tiga bulan (1231) Sang orabu mangkat, ditanam di dalam pura Antahpura, begitu nama makam beliau. Dan di makam Simping ditegakkan arca Siwa.
- Dia meninggalkan Jayanagara sebagai raja Wilwatikta. Dan dua orang putri keturunan Rajapatni, terlalu cantik. Bagai Dewi Ratih kembar, mengalahkan rupa semua bidadari. Yang sulung jadi rani di Jiwana, yang bungsu jadi rani di Daha.
- Tersebut pada tahun saka mukti guna memaksa rupa (1238) bulan madu baginda Jayanagara berangkat ke Lumajang menyirnakan musuh. Kotanya Pajarakan dirusak, Nambi sekeluarga dibinasakan. Giris miris segenap jagat melihat keperwiraan Sri Baginda.
- Tahun saka lingkaran memanah surya (1250) beliau berpulang. Segera dimakamkan di dalam pura berlambang patung Wisnuparama. Di silakan petak dan Bubat ditegakkan arca Wisnu terlalu indah. Di sukalila terpahat arca Budha sebagai jelmaan Amogasidi.
- Tahun saka uma memanah dwi rupa (1256) Rani Jiwana Wijayatunggadewi bergilir mendaki tahta Wilwatikta didampingi raja putera Singasari.
- Atas perintah ibu Rajapatni sumber bahagia dan pangkal kekuasaan. Dia jadi pengemban dan pengawas raja muda, Sri Baginda Wilwatikta.
- Tahun Saka Api memanah ari (1253) Sirna musuh di sadeng, Keta diserang. Selama bertahta, semua terserah kepada menteri bijak, Mada namanya.
- Tahun saka panah musim mata pusat (1265) Raja Bali yang alpa dan rendah budi diperangi, gugur bersama balanya menjauh segala yang jahat, tenteram.
- Begitu ujar Dang Acarya Ratnamsah. Sungguh mengharukan ujar Sang Kaki. Jelas keunggulan Baginda di dunia. Dewa asalnya, tetesan Girinata, Dukupuntang, Cirebon.
- Barangsiapa mendengar kisah raja, tak puas hatinya. Pasti takut melakukan tindak jahat, menjauhkan diri dari tindak durhaka.
- Paduka empu minta maaf mengatakan: "Hingga sekian kataku, sang rakawi. Semoga bertambah pengetahuanmu, Bagai buahnya gubahlah pujasastra "
- Habis jamuan rakawi dengan sopan minta diri kembali ke Singasari. Hari surut sampai pesanggrahan lagi. Paginya berangkat menghadap Baginda.
- Tersebut Baginda Raja berangkat berburu. Berlengkap dengan senjata, kuda dan kereta. Dengan bala ke hutan Nandawa, rimba belantara. Rungkut rimbun penuh gelagah rumput rampak.
- Bala bulat beredar membentuk lingkaran. Segera siap mobil berderet rapat. Hutan terkepung, terperanjat kera menjerit. Burung ribut beterbangan berebut dulu.
- Bergabung sorak orang berseru dan membakar. Gemuruh bagaikan deru lautan mendebur. Api tinggi menyala menjilat udara. Seperti waktu hutan Kandawa terbakar.
- Lihat rusa-rusa lari lupa daratan. Bingung berebut dahulu dalam rombongan. Takut miris menyebar, ingin lekas lari malah menengah berkumpul tumpuk timbun.
- Banyaknya bagai benteng di dalam Gobajra. Penuh sesak bagai sapi di Wresabapura. Celeng, banteng, rusa, kerbau, kelinci, biawak, kucing, kera, badak dan lainnya.
- Tertangkap segala binatang di hutan. Tak ada yang menentang, semua bersatu. Srigala gagah, yang bersikap tegak-teguh. Berkonsultasi dengan singa sebagai ketua.
- Izinkanlah saya bertanya kepada raja satwa. Sekarang raja merayah hutan, apa yang diperbuat? Menanti mati sambil berdiri ataukah kita lari Atau tak gentar serentak melawan, jikalau diserang?
- Tampaknya demikian kata serigala dalam rapat. Kijang, kasuari, rusa dan kelinci serempak menjawab: "Hemat patik, tidak ada jalan lain kecuali lari. Lari mencari keselamatan diri sedapat mungkin. "
- Banteng, kerbau, sapi dan harimau serentak berkata: "Amboi! Celaka bang kijang, sungguh binatang hina lemah. Bukanlah sifat perwira lari atau menunggu mati. Melawan dengan harapan menang, itulah kewajiban. "
- Jawab singa: "Usulmu berdua memang pantas diturut. Tapi harap dibedakan yang dihadapi baik atau buruk. Jika penjahat, terang kita lari atau kita lawan. Karena sia-sia belaka jika mati terbunuh olehnya.
- Jika kita menghadapi tripaksa, resi Siwa-Budha seyogyanya kita ikuti saja jejak sang pendeta. Jika menghadapi raja terburu, tunggu mati saja. Tak usah engkau merasa enggan menyerahkan hidupmu.
- Karena raja berkuasa mengakhiri hidup makhluk, Sebagai titisan Bhatara Siwa berupa narpati. Hilang segala dosanya makhluk yang dibunuh beliau. Lebih utama daripada terjun ke dalam sumur.
- Siapa diantara sesame akan jadi musuhku? Kepada Tripaksa aku takut, lebih utama menjauh. Niatku jika bertemu raja, akan menyerahkan hidup. Mati olehnya, tak akan lagi bagai binatang. "
- Bagaikan katanya: "Marilah berkumpul!" Kemudian serentak maju berdesak. Prajurit darat yang terlanjur langkahnya tertahan tanduk satwa, lari kembali.
- Tersebut adalah prajurit berkuda. Bertemu celeng sedang berdesuk kumpul. Kasihan! Beberapa mati terbunuh dengan anaknya dirayah tak berdaya.
- Lihatlah celeng jalang maju menerjang. Berempat, berlima, gemuk, tinggi, marah, buas membekos-secara cepat, matanya merah liar mengerikan, saingnya seruncing golok.
- Tersebut pemburu kijang rusa riuh seru menyeru. Ada satu yang tertusuk tanduk, lelah lambat jalannya. Karena luka kakinya, darah deras meluap-luap. Lainnya mati terinjak-injak, menggelimpang kesakitan.
- Bala kembali berburu, berlengkap tombak serta lembing. Berserak kijang rusa di samping bangkai bertumpuk tumpuk. Banteng serta binatang galak lainnya bergerak menyerang. Terperanjat bala raja bercicir lari tunggang langgang.
- Ada yang lari berlindung di jurang, semak, kayu rimbun. Ada yang memanjat pohon, banyak mereka berebut puncak. Kasihanilah yang memanjat pohon tergelincir ke bawah! Betisnya segera diseruduk dengan tanduk, pingsanlah!
- Segera teman-teman datang menolong dengan mobil. Menombak, melembing, menikam, Melanting, menjejak-jejak. Karenanya badak mundur, meluncur berdebak gemuruh. Lari terburu, terkejar; yang tewas bertumpuk tumpuk.
- Ada pendeta Siwa-Budha yang turut menombak, mengejar disengau harimau, lari diburu binatang mengancam. Lupa akan segala darma, lupa akan tata sila, turut melakukan kejahatan, melupakan darmanya.
- Tersebutlah baginda telah mengendarai kereta kencana. Tinggi lagi indah ditarik sapi yang tidak takut bahaya. Menuju hutan belantara, mengejar buruan ketakutan. Yang menjauhkan diri lari bercerai-berai meninggalkan bangkai.
- Celeng, kaswari, rusa, dan kelinci tinggal dalam ketakutan. Baginda berkuda mengejar yang riuh lari bercerai-berai. Menteri, merek, dan pujangga di punggung kuda turut memburu. Binatang jatuh terbunuh, tertombak, terpotong, tertusuk, tertikam.
- Tanahnya luas lagi rata, hutannya rungkut, di bawah terang. Itulah sebabnya kijang dengan mudah dapat diburu kuda. Puaslah hati beliau, sambil bersantap dihadap pendeta. Bercerita tentang caranya berburu, menimbulkan gelak tawa.
- Terlangkahi betapa narpati sambil berburu menyerap sari keindahan. Gunung dan hutan, kadang-kadang kepayahan kembali ke rumah perkemahan. Membawa wanita seperti Cengkerama; di hutan bagai menggempur Negara. Tahu kejahatan satwa, beliau tak berdosa terhadap darma ahimsa.
- Tersebutlah ia bersiap akan pulang, rindu kepada keindahan pura. Tatkala subakala berangkat menuju Banyu Hanget, Banir dan Talijungan. Bermalam di Wedwawedan, siangnya menuju Kuwarahan, Celong dan Dadamar. Garuntang, Pagar Telaga, Pahanjangan, sampai disitu perjalanan beliau.
- Siangnya perjalanan melalui Tambak, rabut, Wayuha terus ke Belanak. Menuju Pandakan, Banaragi, sampai Pandamayan beliau lalu bermalam. Kembali ke Selatan, ke Barat menuju Jejawar di kaki gunung berapi. Disambut penonton bersorak gembira, menyekar sebentar di candi makam.
- Adanya candi makam tersebut sudah sejak zaman dahulu. Didirikan oleh Sri Kertanegara, moyang baginda raja. Di situ hanya jenazah beliau saja yang dimakamkan. Karena beliau dulu memeluk dua agama Siwa-Budha.
- Bentuk candi berkaki Siwa, berpuncak Budha, sangat tinggi. Didalamnya terdapat arca Siwa, indah tak dapat dinilai. Dan arca Maha Aksobhya bermahkota tinggi tak tertandingi. Namun telah hilang; memang sudah layak, tempatnya di nirwana.
- Konon kabarnya tepat ketika arca Hyang Aksobya hilang. Ada pada Baginda guru besar, masyhur, pada Paduka. Putus tapa, sopan suci penganut pendeta Sakyamuni. Telah terbukti bagai mahapendeta, terpundi sasantri.
- Senang berziarah ke tempat suci, bermalam di candi. Hormat mendekati Hyang arca suci, layanan berbakti sembah. Enak di dalam hati pengawas candi suci. Ditanya, mengapa berbakti kepada arca dewa Siwa.
- Pada Paduka menjelaskan sejarah candi makam suci. Tentang adanya arca Aksobya indah, dahulu di atas. Sepulangnya kembali lagi ke candi menyampaikan bakti, kecewa! Tercengang memandang arca Maha Aksobya hilang.
- Tahun Saka Api Memanah Halilintar (1253) itu hilangnya arca. Waktu hilangnya halilintar menyambar candi ke dalam. Benarlah kabaran pendeta besar bebas dari prasangka. Bagaimana membangun kembali candi tua terbengkalai?
- Tidak ternilai indahnya, sungguh seperti surge turun. Gapura luar, mekala serta bangunanya serba permai. Hiasang di dalamnya nagapuspa yang sedang berbunga. Disisinya lukisan putri istana berseri-seri.
- Sementara Baginda girang cengkrama menyerap pemandangan. Pakis berserak di tengah tebar bagai bulu dada. Ketimur arahnya dibawah terik matahari, Baginda meninggalkan candi, pekalongan girang ikut jurang curam.
- Tersebut dari Jajawa Baginda berangkat ke Desa Padameyan. Berhenti di Cunggrang, menemukan pemandangan, masuk hutan rindang. Kea rah asrama para pertapa di lereng kaki gunung menghadap jurang. Luang jurang ternganga-nganga ingin menelan orang yang memandang.
- Habis menyerap pemandangan, masih pagi mobil telah siap. Ke Barat arahnya menuju gunung melalui jalannya dahulu. Tiba di kamar Japan, barisan tentara datang menjemput. Yang tinggal di pura iri kepada yang senang pergi menghadap.
- Pukul tiga itulah waktu baginda bersantap bersama. Paling muka duduk baginda, lalu dua paman berturut lantai. Raja Matahun dan Paguhan bersama permaisuri agak jauhan di sisi Sri Baginda; terlangkahi betapa lamanya bersantap.
- Paginya tim mobil Baginda berangkat lagi. Sang pujangga menyidat jalan ke rabut, Tugu, Escort. Singgah di Pahyangan, menemui kelompok sanak kadang. Dijamu sekadarnya, karena kunjungannya mendadak.
- Banasara dan Sangkan adoh telah dilalui. Pukul dua Baginda telah sampai di perbatasan kota. Sepanjang jalan berdesuk-desuk, gajah, kuda, pedati, kerbau, banteng dan prajurit darat sibuk berebut jalan.
- Teratur rapi mereka berbaris di dalam deretan. Narpati Pajang, permaisuri dan pengiring paling muka. Di belakangnya, tidak jauh, berikut narapati Lasem. Terlampau indah mobilnya, menyilaukan yang memandang.
- Rani Daha, Rani Wengker semuanya pijat belakang. Disusul rani Jiwana bersama laki dan pengiring. Bagai penutup mobil Baginda serombongan besar. Diiringi beberapa ribu oerwira dan para menteri.
- Tersebutlah orang yang rapat tampak menambak tepi jalan. Berjejal ribut menanti mobil Baginda berlintas. Tergopoh-gopoh perempuan ke pintu berebut tempat. Malahan ada yang lari telanjang lepas sabuk lainnya.
- Yang jauh tempatnya, memanjat kekayu berebut tinggi. Duduk berdesak-desakan di dahan, tak pandang tua muda. Bahkan ada juga yang memanjat batang kelapa kuning. Lupa malu dilihat orang, karena terpekur memandang.
- Gemuruh dengung gong menampuk Sri Baginda raja datang. Terdiam duduk merunduk segenap orang di jalanan. Setelah raja lalu, berarak pengiring di belakang. Gajah, kuda, keledai, kerbau berduyun beruntun-runtun.
- Yang berjalan rampak berarak-arak. Barisan pikulan arah belakang. Lada, kesumbu, kapas, buah kelapa, buah pinang, asam dan wijen terpikul.
- Di belakangnya oemikul barang berat. Sengkeyegan lambat berbimbingan tangan kanan menuntun kirik dan kiri genjik. Dengan unggas di keranjang merunduk.
- Jenis barang terkumpul dalam pikulan. Buah kecubung, rebung, slundang, cempaluk, nyiru, kerucut, tempayan, nampan, panci gelaknya seperti hujan panah jatuh.
- Tersebut Baginda telah masuk pura. Semua bubar ke rumah masing-masing. Banyak bercerita tentang hal yang lalu. Membuat girang semua sanak kadang.
- Waktu lalu; Baginda tak lama di istana. Tahun saka dua gajah bulan (1282) Badrapada, ia berangkat menuju Tirib dan Sempur. Nampak sangat banyak binatang di dalam hutan.
- Tahun saka tiga badan dan bulan (1283) Waisaka, baginda raja berangkat menyekar ke Palah. Dan mengunjungi Jumble untuk menghibur hati. Di Lawang Wentar, Blitar menentramkan cita.
- Dari Blitar ke selaan jalannya mendaki. Puhonnya jarang, layu lesu kekurangan air. Sampai Lodaya bermalam beberapa hari. Tertarik keindahan lautan, menyisir pantai.
- Meninggalkan Lodaya menuju desa Simping. Ingin memperbaiki candi makam leluhur. Menaranya rusak, dilihat miring ke barat. Harus ditegakkan kembali agak ke timur.
Pupuh 62
- Perbaikan disesuaikan dengan bunyi prasasti, yang dibaca lagi. Diukur panjang lebarnya; disebelah timur sudah ada tugu asrama Gurung-Gurung diambil sebagai denah candi makam. Untuk gantinya diberikan Ginting, Wisnurare di Bajradara.
- Waktu pulang mengambil jalan jukung, Jnyanabadra terus ke timur. Berhenti di Bajralaksmi dan bermalam di candi Surabawana. Paginya berangkat lagi, berhenti di bekel, sore sampai pura. Semua pengiring bersowang Sowing pulang ke rumah masing-masing.
- Tersebut paginya Sri Naranata dihadapan para menteri semua. Dimuka para Arya, lalu pepatih, duduk teratur di Manguntur. Patih Amangkubumi Gadjah Mada tampil ke muka sambil berkata: "Beliau akan melakukan kewajiban yang tak bisa diabaikan".
- Atas perintah Sang Rani Sri Tribuwana Wijayatunggadewi, sehingga pesta Serada Sri Rajapatni dilangsungkan Sri Baginda. Di istana pada tahun saka bersirah empat (1284) bulan Badrapada. Semua pembesar dan wredda menteri diharap memberi kontribusi. "
- Begitu kata sang patih dengan ramah, membuat gembira Baginda. Sorenya datang para pendeta, para budiman, sarjana dan menteri yang dapat pinjaman tanah dengan Ranadiraja sebagai kepala. Bersama-sama membicarakan biaya di hadapan Sri Baginda.
- Tersebutlah sebelum bulan Badrapada menjelang surutnya Srawana. Semua pelukis berlipat giat menghias "tempat singa" di setinggil. Ada yang merencanakan baik makanan, bokor-bokoran, membuat patung. Pandai emas dan perak turut sibuk bekerja membuat persiapan.
- Ketika saatnya tiba, tempat telah teratur sangat rapi. Balai Witana terhias indah, dihadapan rumah-rumahan. Satu diantaranya berkaki batu karang, bertiang merah. Indah dipandang, semua menghadap kea rah tahta Baginda.
- Barat, mandapa dihias janur rumbai, tempat duduk para raja. Utara, serambi dihias berlapis ke timur, tempat duduk. Para istri, pembesar, menteri dan pujangga, serta pendeta. Selatan, beberapa serambi berhias bergas untuk abdi.
- Demikian persiapan Sri Baginda memuja Budha Sakti. Semua pendeta Budha berdiri dalam lingkaran bagai saksi. Melakukan upacara, dipimpin oleh pendeta Stapaka. Tenang, sopan, pria mengerti tentang sastra tiga tantra.
- Umumnya melintasi seribu bulan, masih belajar tutur. Tubuhnya sudah rapuh, selama upacara harus dibantu. Empu dari Paruh selaku pembantu berjalan di lingkaran. Mudra, tantra, dan japa dilakukan tepat menurut aturan.
- Tanggal dua belas nyawa dipanggil dari surge dengan doa. Disuruh kembali atas doa dan upacara yang sempurna. Malamnya memuja arca bunga bagai penampung jiwa mulia. Dipimpin Dang Acarya, mengheningkan cipta, mengucapkan puja.
- Pagi purnamakala arca bunga dikeluarkan untuk upacara / Gemuruh disambut dengan dengung salung, tambur, terompet serta gendering. Didudukkan diatas singgasana, besarnya setinggi orang berdiri. Berderet beruntun-runtun semua pendeta tua muda memuja.
- Berikut para raja, parameswari dan putera mendekati patung. Lalu patih dipimpin Gadjah Mada maju ke muka berdatangan sembah. Para bupati pesisir dan pembesar daerah dari empat penjuru. Habis berbakti sembah, kembali mereka semua duduk rapi teratur.
- Sri Nata Paguhan paling dahulu menghaturkan sajian makanan sedap. Bersusun timbun seperti pohon dan sirih bertutup kain sutra. Presentasi raja Matahun patung banteng putih seperti sapi Nandini. Terus menerus memuntahkan harta dan makanan dari mulutnya.
- Raja Wengker mempersembahkan sajian berupa rumah dengan taman bertingkat. Disertai penyebaran harta di lantai balai besar berhambur-hamburan. Elok presentasi raja Tumapel berupa perempuan cantik manis dipertunjukkan selama upacara untuk menharu-rindukan hati.
- Paling hebat presentasi Sri Baginda berupa gunung besar Mandara. Digerakkan oleh sejumlah dewa dana danawa dhsyat menggusarkan pandang. Ikan lembora besar berlembak-Lembak mengebaki kolam oval lebar. Bagaikan sedang mabuk diayun gelombang ditengah-tengah lautan besar.
- Tiap hari persajian makanan yang dipersembahkan dibagi-bagi. Agar para wanita, menteri, pendeta dapat makanan sekenyangnya. Tidak terlangkahi para ksatria, arya dan abdi di pura. Tak putusnya makanan sedap nyaman didistribusikan kepada bala tentara.
- Pada hari keenam pagi Sri Baginda bersiap mempersembahkan persajian. Pun para ksatria dan pembesar mempersembahkan rumah-rumahan yang terpikul. Dua orang pembesar mempersembahkan perahu yang melukiskan kutipan kidung. Seperahu sungguh besarnya, diiringi gong dan bubar mengguntur menggembirakan.
- Esoknya Patih Mangkubumi Gadjah Mada sore-sore menghadap sambil menghaturkan persajian. Berbagai ragamnya, berduyun-duyun, ada yang berupa perahu, gunung, rumah, ikan ...
- Sungguh-sungguh mengagumkan presentasi Baginda raja pada hari yang ketujuh. Dia menabur harta, membagi-bagi bahan pakaian dan hidangan makanan. Luas merata ke empat kasta, dan terutama kepada para pendeta. Hidangan jamuan kepada pembesar abdi dan niata mengalir bagai air.
- Gemeruduk dan gemuruh para penonton dari segenap arah, berdesak-sesak. Ribut berebut tempat melihat peristiwa di balai agung serta pura leluhur. Sri Nata menari di balai Witana khusus untuk para putri dan para istri. Yang duduk rapat rapi berimpit, ada yang ngelamun karena tercengang memamndang.
- Segala macam kesenangan yang menggembirakan hati rakyat diselenggarakan. Nyanyian, film, topeng silih berganti setiap hari dengan paduan suara. Tari perang prajurit, yang mengerikan berpukul-pukulan, menimbulkan gelak mengakak. Terutama sumbangan kepada orang yang menderita membangkitkan gembira rakyat.
- Pesta Serada yang diselenggarakan serba meriah dan layanan. Pasti membuat gembira jiwa Sri Rajapatni yang sudah mangkat. Semoga beliau melimpahkan berkat kepada Baginda raja. Sehingga jaya terhadap musuh selama ada bulan dan surya.
- Paginya pendeta Budha datang menghormati, memuja dengan sloka. Arwah Prajnyaparamita yang sudah berpulang ke Budhaloka. Segera arca bunga diturunkan kembali dengan upacara. Segala macam makanan dibagikan kepada segenap abdi.
- Lodang lega rasa Baginda melihat perayaan langsung lancer. Karya yang masih menunggu, menyempurnakan candi di Kamal Pandak. Tanahnya telah disucikan tahun Dahana tujuh surya (1274) dengan persajian dan puja kepada Brahma oleh Jnyanawidi.
- Demikian sejarah Kamal menurut tutur yang dipercaya. Dan Sri Nata Panjalu di Daha, waktu bumi Jawa dibelah karena cinta raja Erlangga kepada kedua putranya.
- Ada pendeta Budhamajana putus dalam tantra dan yoga. Diam di tengah kuburan Lemah Cittra, jadi pelindung rakyat. Waktu ke Bali berjalan kaki, tenang menapak di air laut. Hyang Mpu barada nama beliau, faham tentang tiga zaman.
- Girang beliau menyambut permintaan Erlangga membelah Negara. Tapal batas Negara ditandai air kendi, mancur dari langit. Dari barat ke timur sampai laut; sebelah utara, selatan. Yang tidak jauh, bagaikan dipisahkan oleh samudera besar.
- Turun dari angkasa sang pendeta berhenti di pohon asam. Selesai tugas kendi suci ditaruhkan di dusun Palungan. Marah terhambat pohon asam tinggi yang puncaknya mengait jubah. Mpu barada terbang lagi, mengutuk asam agar jadi kerdil.
- Itulah tugu batas gaib yang tidak akan mereka lalui. Itu pula sebabnya dibangun candi, memadu Jawa lagi. Semoga beliau serta rakyat tetap tegak, teguh, waspada. Sukses dalam memimpin Negara, yang sudah bersatu.
- Prajnaparamitapuri itulah nama candi makam yang dibangun. Arca Sri Rajapatni diberkahi oleh pendeta Jnyanawidi. Telah lanjut usia, paham akan tantra, menghimpun ilmu Negara. Laksana titisan Empu Bharada, menggembirakan hati Baginda.
- Di Bayalangu akan dibangun pula candi makam Sri Rajapatni. Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkahi tanahnya. Rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja. Wisesapura namanya, jika candi sudah berdiri sempurna dibangun.
- Candi makam Sri Rajapatni tersohor sebagai tempat keramat. Tiap bulan Badrapada disekar oleh para menteri dan pendeta. Di tiap daerah, rakyat serentak membuat peringatan dan memuja. Itulah surganya, berkat berputera, bercucu Narendra utama.
- Tersebut pada tahun saka angin delapan utama (1285) beliau menuju Simping demi pemindahan candi makam. Siap lengkap segala persajian tepat menurut adat. Pengawasnya Rajaparakrama memimpin upacara.
- Faham tentang tatwopadesa dan kepercayaan Siwa. Memangku jabatannya semenjak mangkat Kertarajasa. Ketika menegakkan menara dan mekala gapura. Bangsawan agung Arya Krung, yang diserahi menjaganya.
- Sekembalinya dari Simping, segera masuk pura. Terpaku mendengar Adimenteri Gadjah Mada sakit. Pernah mencurahkan energi untuk keluhuran Jawa. Di Pulau Bali serta Kota Sadeng menghancurkan musuh.
- Tahun saka tiga angin utama (1253) ia mulai memikul tanggung jawab. Tahun rasa (1286) ia mangkat; Baginda gundah, terharu bahkan putus asa. Sang Dibyacita Gadjah Mada cinta kepada sesame tanpa pandang bulu. Insaf bahwa hidup tidak baka, karenanya beramal tiap hari.
- Baginda segera bermusyawarah dengan kedua kupu serta ibu. Kedua adik dan kedua ipar tentang calon pengganti Ki Patih Mada yang layak akan diangkat hanya calon yang sungguh mengenal kebiasaan rakyat. Lama timbang menimbang, tapi seribu sayang tidak ada yang memuaskan.
- Baginda berpegang teguh. Adimenteri Gadjah Mada tak akan diganti. Bila karenanya timbul keberatan, ia sendiri bertanggung jawab. Memilih enam menteri yang menyampaikan urusan Negara ke istana. Mengetahui segala hal, bersedia tunduk kepada pimpinan Baginda.
- Itulah putusan rapat tertutup. Hasil yang diperoleh konsultasi. Terpilih sebagai wredda menteri karib Beliau bernama Mpu Tadi.
- Penganut karib Sri Baginda Nata. Pahlawan perang bernama Mpu Nala. Mengetahui budi pekerti rakyat. Mancanegara bergelar Tumenggung.
- Keturunan orang cerdik dan setia. Selalu memangku pangkat prajurit. Pernah menundukkan Negara Dompo, Serba ulet menanggulangi musuh.
- Jumlahnya bertambah dua menteri. Bagai pembantu menu Baginda. Bertugas mengurus soal perdata. Dibantu oleh para upapati.
- Mpu Dami menjadi menteri muda. Selalu ditaati di istana. Mpu Singa diangkat sebagai saksi. Dalam segala perintah Baginda.
- Demikianlah titah Sri Baginda Nata. Puas, taat, teguh segenap rakyat. Tumbuh tambah hari setia baktinya. Karena Baginda yang memerintah.
- Baginda makin keras berusaha untuk dapat bertindak lebih bijak. Dalam pengadilan tidak serampangan, tapi tepat mengikuti hukum. Adil segala keputusan yang diambil, semua pihak merasa puas. Masyhur nama beliau, mampu menembus zaman, sungguhlah titisan Bhatara.
- Candi makam serta bangunan para leluhur sejak zaman dahulu kala yang belum siap diselesaikan, dijaka dan dibangun dengan seksama. Yang belum punya prasasti disuruh buatkan piagam oleh ahli sastra. Agar kelak jangan sampai timbul perselisihan, jikalau sudah temurun.
- Jumlah candi makam raja seperti berikut, mulai dengan Kagenengan disebut pertama karena tertua: Tumapel, Kidal, Jajagu, Wedwawedan. Di Tuban, pikatan, komentar, Jawa-jawa, Antang Trawulan Kalang, Brat dan Jago. Lalu Blitar, Sila Petak, Ahrit, Waleri, Bebeg, Kukap, Lumbang dan Puger.
Pupuh 74
- Makam rani: Kamal Pandak, Segala, Simping, Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir, bangunan baru Prajnyaparamitapuri di Bayalangu yang baru saja dibangun.
- Itulah dua puluh tujuh candi raja. Pada Saka tujuh guru candra (1287) bulan Badra, dijaga petugas atas perintah raja. Diawasi oleh pendeta ahli sastra.
- Pembesar yang bertugas mengawasi seluruhnya sang Wiradikara orang utama, yang seksama dan tawakal membangun semua candi. Setia kepada beliau, hanya memikirkan kepentingan bersama. Segan mengambil keuntungan berapa pun penghasilan candi makam.
- Desa-desa perdikan ditempatkan di bawah perlindungan Baginda Darmadyaksa Kasewan bertugas membangun tempat ziarah dan pemujaan. Darmadyaksa Kasogatan disuruh menjaga biara kebudhaan. Menteri ber-haji bertugas memelihara semua pertapaan.
- Desa perdikan Siwa yang bebas dari pajak: Biara Relung Kunci, Kapulungan, Roma, Wwatan, Iswaragreha, Palabdi, Tanjung, Kutalamba, begitu pula Taruna. Parahyangan, Kuti Jati, Candi Lima, Nilakusuma, Harimananda, Uttamasuka, Prasada-haji, Sadeng, Panggumpulan, Katisanggraha. Begitu pula Jayasuka.
- Tak ketinggalan: Spatika, Yang Jayamanalu, Haribawana, Candi Pangkal, Pigir, Nyudonto, Katuda, Srangan, Kapukuran, Dayamuka, Kalinandana, Kanigara, Rambut, Wuluhan, Kinawung, Sukawijaya, dan lagi Kajaha, demikian pula Campen, Ratimanatasrama, Kula, Kaling ditambah sebutan lagi Batu Putih.
- Desa perdikan kasogatan yang bebas dari pajak: Wipulahara, Kutahaji, Jantraya, Rajadanya, Kuswanata, Surayasa, Jarak, Lagundi, serta Wadari. Wewe Pacekan, Pasuruan, Lemah Surat, sangan serta Pangiketan. Panghawan, Damalang, Tepasjita, Wanasrama, Jenar, Samudrawela, dan Pamulang.
- Baryang Amretawardani, Wetlwetihn, Kawinayan Patemon serta Kanuruhan. Engtal, Wengker, Banyu Jiken, Batabata, Pagagan, Sibok dan Engtal Wetan. Pindatuha, telang, Suraba, itulah yang terpenting, sebuah suka Sukalila. Tak disebut perdikan tambahan seperti Pogara, Kulur, Tangkil, dan sebagainya.
- Selanjutnya, disebut berturut desa kebudhaan Bjradara: Isanabajra, Naditara, Mukuh, Sambang, Tanjung, Amretasaba, Bangbang, Bodimula, Waharu Tampak, serta Puruhan dan Tadata.Tidak juga terlangkahi Kumuda, Ratna serta Nadinagara.
- Wungajaya, Palandi, Tangkil, Asahing, Samici, serta Acitahen. Nairanjana, Wijayawaktra, Mageneng, Pojahan, dan Balamasin. Krat, Lemah Tulis, Ratnapangkaya, Panumbangan serta Kahuripan. Keraki, Telaga Jambala, Jungul ditambah lagi Wisnuwala.
- Badur, Wirun, WUngkilur, Mananggung, Watukura serta Bajrasana. Pajambayan, Salaten, Simapura, Tambvak Laleyan, Pilangu, Pohaji, Wangkali, Biru, Lembah, Dalinan, Pangadwan yang terakhir. Itulah desa kebudhaan Bajradara yang sudah berprasasti.
- Desa Keresian seperti berikut: Sampud, Rupit dan pilan. Pucangan, Jagadita, Pawitra, masih sebuah lagi Bütün. Di situ terbentang taman, didirikan lingga dan saluran air. Yang mulia Mahaguru - demikian sebutan beliau.
- Yang diserahi tugas menjaga sejak dulu menurut piagam. Selanjutnya desa perdikan tanpa candi, diantaranya yang penting: BANGAWAN Tunggal, Sidayatra, Jaya Sidahajeng, Lwah Kali dan Twas. Wasita, Palah, Padar, Siringan. Itulah desa perdikan Siwa.
- Wangjang Bajrapura, Wanara, Makiduk, Hansen, guha dan Jiwa. Jumpud, Soba, Pamuntaran dan Baru, perdikan Budha utama. Kajar, Dana Hanyar, Filter, Jalagri, Centing, Wekas. Wandira, Wandayan, Gatawang, Kulapayan dan Talu pertapaan resi.
- Desa perdikan Wisnu berserak di Barwan serta Kamangsian, Batu, Tanggulian, Dakulut, Galuh, Makalaran, itu yang penting. Sedang, Medang, Hulun Hyan, Parung Langge, Pasajan, Kelut, Andelmat, Pradah, Geneng, Panggawan, sduah sejak lama bebas pajak.
- Terlewati segala dukuh yang terpencar di seluruh Jawa. Begitu pula asrama tetap yang bercandi serta yang tidak. Yang bercandi menerima bantuan tetap dari Baginda raja. Begitu juga dukuh pengawas, tempat belajar upacara.
- Telah diteliti sejarah berdirinya segala desa di Jawa. Perdikan, candi, tanah pusaka, daerah dewa, biara dan dukuh. Yang berpiagam dipertahankan, yang tidak segera diperintahkan pulang ke balai desa di hadapan Sang Arya Ranadiraja.
- Segenap desa sudah diteliti menurut perintah Raja Wengker. Raja Singasari bertitah mendaftar jiwa serta seluk salurannya. Petugas giat menepati perintah, berpegang kepada aturan. Segenap penduduk jawa patuh mengindahkan perintah baginda raja.
- Semua tata aturan patuh diturut oleh Pulau Bali. Candi, asrama, pesanggrahan telah diteliti sejarah tegaknya. Pembesar kebudhaan Baduhulu, Badaha Lo Gajah ditugaskan membangun segenap candi, bekerja rajin dan mencatat semuanya.
- Perdikan kebudhaan Bali seperti berikut: Biara Baharu (Hanyar), Kadikaranan, Purwanagara, Wirabahu, Adiraja, Kuturan. Itulah enam kebudhaan Bajradara, biara kependetaan. Terlangkahi biara dengan bantuan Negara seperti Arya-dadi.
- Berikut candi makam di Bukit Sulang, Lemah Lampung dan Anyawasuda, Tatagatapura, Grehastadata, sangat masyhur, dibangun atas piagam pada tahun saka Angkasa Rasa Surya (1260) oleh Sri Baginda Jiwana. Yang memberkahi tanahnya, membangun candinya: Upasaka wredda menteri.
- Semua perdikan dengan bukti prasasti dibiarkan tetap berdiri. Terjaga dan terlindungi segala bangunan setiap orang budiman. Begitulah kebiasaan raja utama, Berjaya, kuat, perkasa. Semoga kelak para raja sudi membangun semua bangunan suci.
- Maksudnya agar musnah semua durjana dari muka bumi laladan. Itulah tujuan melintas, menelusur dusun-dusun sampai di tepi laut. Menentramkan hati pertapa, yang rela tinggal di pantai, gunung dan hutan. Lega bertapa brata dan bersamadi demi kesejahteraan Negara.
- Besarlah minat Baginda untuk tegaknya tripaksa. Tentang piagam beliau bersikap agar tetap diindahkan. Begitu pula tentang produksi hukum, supaya laku utama, tata sila dan adat-tutur diperhatikan.
- Itulah sebabnya sang caturdwija mengejar laku utama. Resi, Wipra, pendeta Siwa Budha teguh mengindahkan tutur. Catur Asrama terutama catur basma tunduk Rungkup tekun. Melakukan tapa brata, rajin mempelajari upacara.
- Semua anggota empat kasta teguh mengindahkan ajaran. Para menteri dan arya pandai membangun urusan Negara. Para putri dan ksatria berlaku sopan, berhati teguh. Waisya dan Sudra dengan gembira memenuhi tugas darmanya.
- Empat kasta yang lahir sesuai dengan keinginan Hyang Mahatinggi. Konon, tunduk Rungkup kepada kekuasaan dan perintah beliau. Teguh tingkah tabiatnya, juga ketiga golongan terbawah, Candala, Mleca dan Tuca mencoba mencabut cacat-cacatnya. Begitulah tanah Jawa pada zaman pemerintahan Sri Nata.
- Penegakan bangunan - bangunan suci membuat senang rakyat. Baginda menjadi teladan di dalam menjalankan enam darma. Para ibu kagum memandang, setuju dengan perilaku sang prabu.
- Sri Nata Singasari membuka lading luas di daerah Sagala. Sri Nata Wengker membuka hutan Surabana, Pasuruan, Pajang. Mendirikan perdikan Budha di Rawi, Locanapura, Kapulungan. Baginda sendiri membuka lading Watsari di Tigawangi.
- Semua menteri mengenyam tanah palenggahan yang cukup luas. Candi, Biara dan Lingga utama dibangun tak ada putusnya. Sebagai tanda bakti kepada dewa, leluhur, para pendeta. Memang benar budi luhur tertabur mengikuti jejak Sri Nata.
- Begitulah keluhuran Sri Baginda ekanata di Wilwatikta. Terpuji bagaikan bulan di musim gugur, terlalu indah terpandang. Durjana laksana tunjung merah, Sujana seperti teratai putih. Abdi, properti, mobil, gajah, kuda berlimpah bagai samudera.
- Bertambah masyhur keluhuran Pulau Jawa di seluruh jagat raya. Hanya Jambudwipa dan Pulau Jawa yang disebut Negara utama. Banyak pujangga dan dyaksa serta para upapati, tujuh jumlahnya. Panji Jiwalekan dan Tenggara yang menonjol bijak di dalam pekerjaan.
- Masyhurlah nama pendeta Brahmaraja bagai pujangga, anggota tutur. Putus dalam Tarka, sempurna dalam seni kata serta ilmu naya. Hyang Brahma, sopan, suci, anggota weda, menjalankan nam laku utama. Bhatara Wisnu dengan cipta dan mantera membuat sejahtera Negara.
- Itulah sebabnya berduyun-duyun tamu asing datang berkunjung dari Jambudwipa, Kamboja, Cina, Yamana, Campa dan Kamataka. Goda serta Saim mengarungi lautan bersama para pedagang. Resi dan pendeta, semua merasa puas menetap dengan senang.
- Tiap bulan Palguna Sri Nata dihormati di seluruh Negara. Berdesak-desak para pembesar, empat penjuru, para prabot desa hakim dan pembantunya, bahkan pun dari Bali mengaturkan upeti. Pekan penuh sesak pembeli penjual, barang terhampar di dasaran.
- Berputar keliling gamelan dalam tanduan di arak rakyat banyak. Tiap bertabuh tujuh kali, pembawa sajian menghadap ke pura. Korban api, ucapan mantra dilakukan para pendeta Siwa-Budha. Mulai tanggal delapan malam demi keamanan Baginda.
- Tersebut pada tanggal empat belas bulan petang, Baginda berkirap. Selama kirap keliling kota busana Baginda serba kencana. Ditatang jempana kencana, panjang berbaris beranur runtun. Menteri, sarjana, pendeta beriring dalam seragam.
- Mengguntur gaung gong dan salung, disambut terompet meriah sahut menyahut. Ponsel barisan pujangga menampung beliau dengan puja sloka. Gubahan kawi raja dari berbagai kota dari seluruh jawa.Tanda bakti Baginda perwira bagai Rama, mulia bagai Sri Kresna.
- Telah naik Baginda di tahta mutu-manikam, bergebar pencar sinar. Tampaknya Hyang Trimurti datang mengucapkan puji astuti. Yang Nampak, semua serba mulia, sebab beliau memang raja agung. Mirip jelmaan Sang Sudodana putera dan Jina Bawana.
- Sri Nata Pajang dengan Sang Ratu berjalan paling muka. Lepas dari Singgasana yang diarak pengiring terlalu banyak. Menteri Pajang dan Paguhan serta pengiring jadi satu kelompok. Ribuan jumlahnya, berpakaian seragam membawa panji dan tunggul.
- Raja Lasem dengan permaisuri serta pengiring di belakangnya. Lalu Raja Kediri dengan permaisuri serta menteri dan tentara. Berikut maharani Jiwana dengan suami dan para pengiring. Sebagai penutup Baginda dan para pembesar seluruh Jawa.
- Penuh berdesak-desak para penonton ribut berebut tempat. Di tepi jalan kereta dan pedati berjajar rapat memanjang. Tiap rumah mengibarkan bendera dan panggung membujur sangat panjang. Penuh sesak perempuan tua muda, berjejal berimpit -impitan.
- Rindu sendu hatinya seperti baru pertama kali menonton. Terlangkahi peristiwa pagi, waktu beliau mendaki setinggil. Pendeta menghaturkan kendi berisi air suci didulang berukir. Menteri serta pembesar tampil ke muka menyembah bersama-sama.
- Tanggal satu bulan Caitra bala tentara berkumpul bertemu muka. Menteri, perwira, para arya dan pembantu raja semua hadir. Kepala daerah, kepala desa, para tamu dari luar kota. Begitu pula para ksatria, pendeta, dan Brahmana utama.
- Maksud pertemuan agar para warga menghindari karakter jahat. Tapi menganut ajaran Rajakapakapa, dibaca tiap Caitra. Menghindari tabiat jahat, seperti suka mengambil milik orang. Memiliki harta benda dewa, demi keamanan masyarakat.
- Dua hari kemudian berlangsung perayaan besar. Di Utra kota terbentang lapangan bernama Bubat. Sering dikunjungi Baginda, naik tandu bersudut tiga. Diarak abdi berjalan, membuat kagum tiap orang.
- Bubat adalah lapangan luas lebar dan rata. Membentang ke timur setengah krosa sampai jalan raya. Dan setengah krosa ke utara bertemu tebing sungai. Dikelilingi bangunan menteri di dalam kelompok.
- Menjulang sangat tinggi bangunan besar di tengah lapangan. Tiangnya penuh berukir dengan isi dongeng parwa. Dekat disebelah baratnya bangunan serupa istana. Tempat menampung Baginda di panggung pada bulan Caitra.
- Teater berjajar membujur ke utara menghadap barat. Bagian utara dan selatan untuk para raja dan arya. Para menteri dan dyaksa duduk teratur menghadap timur. Dengan pemandangan bebas luas sepanjang jalan raya.
- Disitulah Baginda member rakyat santapan mata: pertunjukan duel, perang pukul, desuk mendesuk, perang keris, adu tinju, tarik tambang, menggembirakan sampai tiga empat hari lamanya baru selesai.
- Seberangkat Baginda, sepi lagi, panggungnya dibongkar. Segala perlombaan bubar; rakyat pulang bergembira. Pada Caitra bulan petang Baginda menjamu para pemenang. Yang pulang menggondol berbagai hadiah bahan pakaian.
- Segenap kepala desa dan Wedana tetap tinggal, paginya mereka dipimpin Arya Ranadikara menghadap beliau minta diri di pura. Bersama Arya Mahadikara, kepala pancatanda dan padelegan. Sri Baginda duduk di atas tahta, dihadap para abdi dan pembesar.
- Berkatalah Sri Nata Wengker di hadapan para pembesar dan Wedana: "Wahai, tunjukkan cinta serta SETAI baktimu kepada Baginda raja. Cintailah orang bawahanmu dan berusahalah memajukan dusunmu. Jembatan, Jalan Raya, Beringin, Bangunan dan Candi supaya dibangun.
- Terutama dataran tinggi dan sawah, agar tetap subur, peliharalah. Perhatikan tanah rakyat, jangan sampai jatuh ketangan petani besar. Agar warga jangan sampai terusir dan mengungsi ke desa tetangga. Tepati segala peraturan untuk membuat desa bertambah besar.
- Sri Nata Kartawardhana setuju dengan anjuran pembesar desa. "Harap dicatat nama penjahat dan pelanggaran setiap akhir bulan. Bantu pemeriksaan tempat durjana, terutama pelanggar susila. Agar bertambah kekayaan beliau demi kesejahteraan Negara.
- Kemudian bersabda Baginda Nata Wilwatikta memberi anjuran: "Para Budiman yang berkunjung kemari, tidak bisa dihalang-halangi. Rajakarya, terutama beacukai, pelawang, sehingga dilunasi. Jamuan kepada para tamu budiman supaya diatur cepat.
- Hukum sejak pemerintahan ibu harus ditaati. Hidangan makanan sepanjang hari harus dimasak pagi-pagi. Jika ada tamu loba tamak mengambil makanan, merugikan, biar mengambilnya, tetapi laporkan namanya kepada saya.
- Negara dan desa berhubungan erat seperti singa dan hutan. Jika desa rusak, Negara akan kekurangan bahan makanan. Kalau tidak ada tentara, Negara lain mudah menyerang kita. Karenanya peliharalah keduanya, itu perintah saya! ".
- Begitulah perintah Baginda kepada Wedana, yang tunduk mengangguk. Sebagai tanda mereka sanggup mengindahkan perintah beliau. Menteri, upapati, serta para pembesar menghadap bersama. Tepat pukul tiga mereka berkumpul untuk bersantap bersama.
- Bangunan sebelah timur laut telah dihiasi gilang cemerlang. Di tiga sudut ruang para Wedana duduk teratur menganut sudut. Santapan sedap mulai disajikan di atas baki serba emas. Segera deretan depan berhadap-hadapan di muka Baginda.
- Santapan terdiri dari daging kambing, kerbau, burung, rusa, madu, ikan, telur, domba, menurut adat agama dari zaman kuno makanan pantangan: daging anjing, cacing, tikus, keledai dan katak. Jika dilanggar mengakibatkan hinaan musuh, mati dan noda.
- Disajikan santapan untuk orang banyak. Makanan serba banyak serba sedap. Berbagai ikan laut dan ikan tambak. Berderap cepat datang menurut acara.
- Daging katak, cacing, keledai, tikus, anjing hanya disajikan kepada para penggemar. Karena asalnya dari berbagai desa mereka diberi favorit, biar puas.
- Mengalir berbagai minuman keras segar: Tuak nyiur, Tal, Arak pabrik, tuak rumbya. Itulah hidangan minuman utama. Wadahnya emas berbentuk aneka ragam.
- Porong dan guci berdiri terpencar-pencar. Berisi minuman keras dari aneka bahan. Beredar putar seperti air mengalir. Yang gemar, minum sampai muntah serta mabuk.
- Merdu merayu nyanyian para biduan. Melagukan puji-pujian Sri Baginda. Makin deras peminum melepaskan nafsu. Habis lalu waktu, berhenti gelak gurau.
- Pembesar daerah angin membadut dengan para lurah. Diikuti lagu, sambil bertandak memilih pasangan. Solah tingkahnya menarik gelak, menggelikan pandangan. Itulah sebabnya mereka memperoleh hadiah kain.
- Disuruh menghadap beliau, diajak minum bersama. Menteri upapati berurut minum bergilir menyanyi. Nyanyian Manghuri Kandamuhi dapat sorak pujian. Baginda berdiri, menyeimbangkan ikut menyesuaikan lagu.
- Tercengang dan terharu hadirin mendengar suara merdu. Semerbak meriah bagai gelak merak di dahan kayu. Seperti madu dicampur dengan gula terlalu sedap manis. Resap membaru kalbu bagai desiran buluh perindu.
- Arya Ranadikara lupa bahwa Baginda terjadi bersama Arya Mahadikara, mendadak berteriak bahwa para pembesar ingin beliau menari topeng. "Ya!" Jawab beliau; segera masuk untuk persiapan.
- Sri Kertawardana tampil ke depan menari panjak. Bergegas lekas panggung disiapkan ditengah mandapa. Sang ratu berhias jamang disesuaikan menyanyikan lagu. Luk suaranya mengharu rindu, tingkahnya memikat hati.
- Bubar mereka itu ketika Sri Baginda keluar. Lagu banding Baginda bergetar menghanyutkan rasa, Diiringkan rayuan sang permaisuri rapi rupendah. Resap meremuk rasa merasuk tulang sumsum pendengar.
- Sri Baginda warnawan telah mengenakan tampuk topeng. Delapan pengiringnya dibelakang, bagus, bergas cepat keturunan arya, bijaksana, cerdas, sopan tingkah lakunya. Inilah sebabnya banyolannya selalu tepat kena.
- Tari Sembilan orang telah dimulai dengan banyolan. Gelak tawa terus menerus, sampai perut kaku beku. Babak yang sedih meraih tangis, mengaduk haru dan rindu. Tepat mengenai sasaran menghanyutkan hati penonton.
- Silam matahari waktu Lingsir, perayaan berakhir. Para pembesar minta diri mencium duli paduka. Katanya: "Lenyap duka oleh suka, hilang dari bumi!". Terlangkahi pujian Baginda waktu masuk istana.
- Begitulah suka mulia Baginda raja di pura, tercapai segala cita. Terang beliau sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat dan Negara. Meskipun masih muda dengan suka rela berlaku bagai titisan Budha. Dengan laku utama beliau memadamkan api kejahatan durjana.
- Terus membumbung ke angkasa ketenaran dan keperwiraan Sri Baginda. Sungguh beliau titisan Bhatara Girinata, Dukupuntang, Cirebon untuk menjaga buana. Hilang dosanya orang yang dipandang dan musnah letanya abdi yang disapa.
- Inilah sebabnya keluhuran beliau masyhur terpuji di tiga jagat. Semua orang tinggi, sedang dan rendah menuturkan kata-kata pujian. Serta berdoa agar beliau tetap subur bagai gunung tempat berlindung. Berusia panjang sebagai bulan dan matahari cemerlang menerangi bumi.
- Semua pendeta dari tanah asing menggubah pujian Baginda. Sang pendeta Budhaditya menggubah jaringan sloka Bogawali. Tempat tumpah darahnya Kancipuri di Sadwihara di Jambudwipa.Brahma Sri Mutali Saherdaya menggubah pujian sloka indah.
- Begitu pula para pendeta di Jawa, pujangga, sarjana sastra. Bersama merumpaka sloka pujasastra untuk bernyanyi. Yang terpenting pujasastra di prasasti, gubahan upapati sudarma. Berupa kakawin, hanya dapat diperdengarkan di dalam istana.
- Mendengar pujian para pujangga pura bergetar mencakar udara, Prapanca bangkit turut memuji Baginda, meski tak akan sampai pura. Maksud pujiannya agar Baginda senang jika mendengar gubahannya. Berdoa demi kesejahteraan Negara, terutama Baginda dan rakyat.
- Tahun saka gunung gajah budi dan Janma (1287) bulan Aswina hari purnama. Siaplah kakawin pujaan tentang perjalanan keliling Negara. Segenap desa tersusun dalam jaringan, pantas disebut Desawarnana. Dengan maksud, agar Baginda ingat jika membaca hikmat kalimat.
- Sia-sia lama bertekun menggubah kakawin menyurat di atas daun lontar. Yang pertama "Tahun Saka", yang kedua "Lambang" kemudian "Parwasagara". Berikut yang keempat "Bismacarana", akhirnya cerita "Sugataparwa". Lambang dan Tahun Saka masih akan berlanjut, sebab memang belum siap.
- Meskipun tidak semahir para pujangga di dalam menggubah kakawin, terdorong cinta bakti kepada Baginda, ikut membuat pujasastra berupa karya kakawiin, sederhana tentang rangkaian sejarah desa. Apa boleh buat harus berkorban rasa, pasti akan ditertawakan.
- Nasib badan dihina oleh para bangsawan, canggung tinggal di dusun. Hati gundah kurang senang, sedih, rugi tidak mendengar ujar manis. Teman karib dan orang budiman meninggalkan tanpa belas kasihan. Apa gunanya tentang ajaran kasih, jika tidak dilakukan?
- Karena kemewahan berlimpah, tidak ada minat untuk beramal. Buta, tuli, tak Nampak sinar memancar dalam kesedihan, kesepian. Seyogyanya ajaran sang Mahamuni diresapi bagai pegangan. Mengharapkan kasih yang tak kunjung datang, akan membawa mati muda.
- Segera bertapa brata di lereng gunung, masuk ke dalam hutan. Membuat rumah dan tempat persajian ditempat sepi dan bertapa. Halaman rumah ditanami pohon kamala, asana, tingg-tinggi. Memang Kamalasana nama dukuhnya sudah lama dikenal.
- Prapanca itu pra lima buah. Cirinya: cakapnya lucu, pipinya sembab, matanya ngeliyap, gelaknya terbahak-bahak.
- Terlalu kurang ajar, tidak pantas ditiru. Bodoh tidak menuruti ajaran tutur. Carilah pimpinan yang baik dalam tatwa. Pantasnya ia dipukuli berulang kali.
- Ingin menyamai Mpu Winada. Mengumpulkan harta benda. Akhirnya hidup sengsara. Tapi tetap tinggal tenang.
- Winada mengejar jasa. Tanpa ragu uang dibagi. Terus bertapa brata. Mendapat pimpinan hidup.
- Sungguh handal dalam yuda. Yudanya belum selesai ingin mencapai nirwana, jadi pahlawan pertapa.
- Beratlah bagi para pujangga menyamai Winada, bertekun dalam tapa. Membalas dengan cinta kasih perbuatan mereka yang senang menghina orang-orang yang puas dalam ketenangan dan menjauhkan diri dari segala tingkah, menjauhkan diri dari kesukaan dan kewibawaan dengan harapan akan memperoleh manfaat. Segan meniru perbuatan mereka yang dicacat dan dicela di dalam pura.