HATI ( QOLBU / KALBU ) KRITERIA DAN JENISNYA
Hubungan hati
dengan organ-organ tubuh lainnya, laksana raja yang bertahta di atas
singgasana yang dikelilingi para punggawanya. Seluruh anggota punggawa
bergerak atas perintahnya. Dengan kata lain, bahwa hati itu adalah
pengendali dan sekaligus sebagai pemberi komando terdepan yang setiap
anggota tubuh berada di bawah ekuasaannya. Di hati inilah anggota badan
lainnya mengambil keteladanannya, baik dalam ketaatan atau penyimpangan.
Organ-organ tubuh lainnya selalu mengikuti dan patuh dalam setiap
keputusan.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya);
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya);
"Ketahuilah,sesungguhnya di dalam tubuh
manusia ada segumpal daging, apabila daging itu baik maka baiklah tubuh
manusia itu, akan tetapi bila daging itu rusak maka rusak pula tubuh
manusia. Ketahuilah bahwa sesungguhnya segumpal daging itu adalah
hati.”(HR. Bukhari-Muslim)
Pengelompokan Hati Manusia
Hati manusia terbagi menjadi tiga klasifikasi; Qalbun Shahih (hati yang suci), Qalbun Mayyit (hati yang mati), dan Qalbun Maridl (hati yang sakit).
Pertama, Qalbun Shahih
Yaitu hati yang sehat dan bersih (hati yang sehat) dari setiap nafsu
yang menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan dari setiap
penyimpangan yang menyalahi keutamaan-Nya. Sehingga ia selamat dari
pengabdian kepada selain Allah, dan mencari penyelesaian hukum pada
selain Rasul-Nya. Karenanya, hati ini murni pengabdiannya kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala, baik pengabdian secara iradat (kehendak), mahabbah
(cinta), tawakkal (berserah diri), takut atas siksa-Nya dan mengharapkan
karunia-Nya. Bahkan seluruh aktifitasnya hanya untuk Allah Subhanahu wa
Ta'ala semata. Jika mencintai maka cintanya itu karena Allah, dan jika
membenci maka kebenciannya itupun karena Allah, jika memberi atau
bersedekah, hal itu karena-Nya dan jika tidak memberi, juga karena
Allah. Dan tidak hanya itu saja, tapi diiringi dengan kepatuhan hati dan
ber-tahkim kepada syari'at-Nya. ia mempunyai landasan yang kuat dan
prinsip tersendiri dalam menjadikan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam sebagai suri tauladan dalam segala hal.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman; Artinya:
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman; Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Hujurat: 1)
Ciri-ciri Qalbun Shahih
1. Apabila hati pergi meninggalkan dunia menuju dan berdomisili di alam
akhirat, sehingga seakan ia termasuk penduduknya. Ia datang ke dunia
fana ini bagaikan seorang asing yang kebetulan singgah sebentar sebelum
meneruskan perjalanan menuju alam akhirat. Sebagaimana telah diwasiatkan
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada 'Abdullah bin Umar
radhiyallahu 'anhuma (yang artinya);
“Jadikanlah dirimu di dunia ini seakan-akan kamu orang asing atau orang yang sedang menyeberangi suatu jalan.” (HR. Bukhari)
2. Jika ia tertinggal suatu ibadah, maka ia merasakan sakit yang tiada terperi, melebihi sakitnya orang yang tamak dan kikir saat kehilangan barang kesayangannya.
3. Ia senantiasa rindu untuk dapat mengabdikan diri di jalan Allah, melebihi keinginan orang yang lapar kepada makanan dan minuman. Yahya bin Mu'adz berkata;
“Barangsiapa yang merasa berkhidmat kepada Allah, maka segala sesuatupun akan senang berkhidmat kepadanya, dan barangsiapa tentram dan puas dengan Allah maka orang lain tentram pula ketika melihat dirinya.”
5. Bila sedang melakukan shalat, maka sirnalah semua kegundahannya dan kesusahan karena urusan dunia. Sebab di dalam shalat telah ia temukan kenikmatan dan kesejukan jiwa yang suci.
6. Sangat menghargai waktu dan tidak menyia-nyiakanya, melebihi rasa kekhawatiran orang bakhil dalam menjaga hartanya.
7. Tidak pernah terputus dan futur (malas) untuk mengingat Allah dan berdzikir kepada-Nya.
8. Lebih mengutamakan pada pencapaian kualitas dari suatu amal perbuatan daripada kuantitas. Ia lebih condong pada keikhlasan dalam beramal, mengikuti petunjuk syari'at Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam disamping ia selalu merenungi segala bentuk karunia yang diberikan Allah kepadanya, dan mengakui tentang kelalaian dan keteledorannya dalam memenuhi hak-hak Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Kedua, Qalbun Mayyit
Qalbun Mayyit (hati yang mati) adalah kebalikan dari hati yang sehat,
hati yang mati tidak pernah mengenal Tuhannya, tidak mencintai atau
ridha kepada-Nya. dan ia berdiri berdampingan dengan syahwatnya dan
memperturutkan keinginan hawa nafsunya, walaupun hal ini menjadikan
Allah Subhanahu wa Ta'ala marah dan murka akan perbuatannya. Ia tidak
peduli lagi apakah Allah ridha atau murka terhadap apa yang
dikerjakannya, sebab ia memang telah mengabdi kepada selain Allah. Jika
mencintai didasarkan atas hawa nafsu, begitu pula dengan membenci,
memberi. Hawa nafsu lebih didewa-dewakan daripada rasa cinta kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hati jenis ini adalah hati yang jika diseru
kepada jalan Allah, maka seruan itu tidaklah berfaidah sedikitpun,
karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menutup hati mereka. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang artinya); orang yang mendengar
(bacaanmu), padahal kami telah meletakkan tutup di atas hati mereka
sehingga mereka tidak memahaminya) dan kami letakkan sumbatan di
telinganya dan jikalaupun mereka melihat segala tanda kebenaran mereka
tetap tidak mau beriman;
Artinya:“Dan diantara mereka adakepadanya. Sehingga apabila mereka
datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata;
'al-Qur'an itu tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu.'” (QS.
al- An'am : 25)
Ayat ini menunjukkan, bahwa ada manusia yang tidak mempergunakan hatinya untuk memahami ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan tidak mempergunakan telinganya untuk mendengar perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Juga tidak mau melihat kebenaran yang telah disampaikan. Seperti difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala (yang artinya);
“(Mereka berkata;) Hati kami tertutup dari ajakan yang kamu serukan
kepada kami, dalam telinga kami ada sumbatan, dan diantara kami dan kamu
ada dinding, maka bekerjalah kamu, sesungguhnya kami bekerja pula.”(QS.
Fushilat : 5)
Allah Subhanahu wa Ta'ala akan membiarkan mereka dalam kegelapan dan mereka sedikitpun tidak akan mendapatkan cahaya iman.
Artinya: “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan
api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya. Allah menghilangkan
cahaya (yang menyinari) mereka. Dan membiarkan mereka dalam kegelapan,
tidak dapat melihat, mereka tuli, bisu dan buta, maka mereka tidaklah
kembali kepada jalan yang benar.” (QS. al- Baqarah: 17-18)
Ketiga, Qalbun Maridl
Qalbun Maridl (hati yang sakit) adalah hati yang sebenarnya memiliki
kehidupan, namun didalamnya tersimpan benih-benih penyakit berupa
kejahilan. Hati yang sedang dicekam sakit akan mudah menjadi parah
apabila tidak diobati dengan hikmah dan mau'idzah. Seperti difirmankan
oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala (yang artinya);
“Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan setan, sebagai cobaan bagi
orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang keras hatinya.”
(QS. al-Hajj : 53)
Karena sesungguhnya apa yang disisipkan oleh setan ke dalam hati manusia itu, akan membuat sesuatu menjadi syubhat (sesuatu yang meragukan), seperti penyakit ragu dan sesat. Begitu hati menjadi lemah karena penyakit yang diidap, maka setanpun mudah merasuk kedalam hati lalu menghidupkan fitnah dalam hati tersebut. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang artinya):
“Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang
berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong
di Madinah (dari menyakitimu) niscaya kami perintahkan kamu (untuk
memerangi) mereka. Kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah)
melainkan dalam waktu yang sebentar.” (QS. al-Ahzab : 60)
Namun demikian, hati orang-orang yang seperti itu belumlah mati sebagaimana hati orang-orang kafir dan orang-orang munafik, akan tetapi bukan pula hati sehat, seperti sehatnya hati orang-orang yang beriman. Sebab di dalam hati mereka terdapat penyakit syubhat dan syahwat. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (yang artinya):
“Sehingga berkeinginanlah orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya.”(QS. al-Ahzab : 32)
Ciri-ciri Qalbun Maridl
Boleh jadi hati manusia sedang sakit, bahkan tanpa disadari. Lebih tragis bahwa hatinya sebenarnya mati, namun si empunya tidak menyadari. Tanda-tanda spesifik hati yang sedang sakit atau mati adalah jika ia tidak merasa sakit dan pedih oleh goresan-goresan pisau kemaksiatan, Hal itu disebabkan karena hatinya telah rancu dan teracuni, sehingga tidak dapat lagi membedakan antara nilai kebenaran dan aqidahnya yang bathil. Hal ini seperti ditafsirkan oleh Mujahid dan Qatadah tentang firman Allah yang berbunyi
“fi qulubihim-maradhun” (QS. al-Baqarah : 10)
Artinya : “Dalam hati mereka terdapat penyakit."
Ayat ini menunjukkan adanya keraguan yang tumbuh dalam hati manusia tentang kebenaran. Bahkan ia melihat kebenaran bagai sesuatu yang sangat bertentangan dengan kehendaknya. Kebenaran itu dilihat dari sisi lain yang terasa merugikan dirinya. sehingga dalam kondisi seperti ini ia lebih menyukai kebathilan dan kemudharatan.
Faktor-faktor Penyebab Sakitnya Hati
Penyebab timbulnya penyakit di hati adalah dikarenakan banyaknya fitnah
yang selalu dibidikkan pada hati. Fitnah-fitnah tersebut dapat berupa:
fitnah syahwat, dimana reaksinya amat keras sampai dapat merancukan niat
dan iradat (kehendak) seseorang. Dan yang lain adalah fitnah syubhat
(keragu-raguan) yang menyebabkan kacaunya persepsi dan i'tiqad
(keyakinan).
Racun Hati
Setiap kemaksiatan adalah racun dan yang merupakan penyakit dan perusak kesucian hati. Dan racun-racun hati yang paling banyak ditemukan dan reaksinya cukup keras bagi kelangsungan hidup hati ada empat macam yaitu:
1. Berlebihan dalam Berbicara
Banyak berbicara adalah salah satu faktor yang menyebabkan hati menjadi keras, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
Racun Hati
Setiap kemaksiatan adalah racun dan yang merupakan penyakit dan perusak kesucian hati. Dan racun-racun hati yang paling banyak ditemukan dan reaksinya cukup keras bagi kelangsungan hidup hati ada empat macam yaitu:
1. Berlebihan dalam Berbicara
Banyak berbicara adalah salah satu faktor yang menyebabkan hati menjadi keras, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
“Janganlah memperbanyak kata (bicara) selain dzikrullah, karena
banyak bicara selain dzikrullah menjadikan hati keras. Dan orang yang
terjauh dari Allah adalah yang berhati keras.” (HR. Tirmidzi dari Ibnu
Umar radhiyallahu 'anhuma).
Kemudian juga dengan banyak berbicara terkadang membuat seseorang mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan dan tanpa dipertimbangkan sebelumnya, sehingga melahirkan kerugian dan penyesalan. Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu pernah berkata;
“Barang siapa yang banyak bicaranya, maka banyak kesalahannya, sehingga nerakalah sebaik-baik tempat bagi mereka.”
“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa
dipikirkan yang menyebabkan ia tergelincir ke dalam neraka lebih jauh
antara timur dan barat.” (HR. Muttafaq 'alaihi, dari Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu)
2. Berlebihan dalam Memandang Sesuatu
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan kepada setiap Mukmin dan Mukminah untuk menundukkan pandangannya, yang demikian itu lebih suci bagi hati-hati mereka. Dan juga mereka akan merasakan manisnya iman, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya):
“Barangsiapa yang menahan pandangannya karena Allah, maka dia akan
diberikan oleh Allah rasa manisnya iman yang ia rasakan dalam hatinya,
sampai dimana ia manghadap kepada- Nya.” (HR. Ahmad).
Sekarang bagaimana jika perintah itu dilanggar, maka jelas akan menyebabkan fitnah bagi hati pelakunya. Yaitu, rusaknya kesucian hati itu sendiri oleh angan-angan dan keindahan semua yang dibisikkan setan, lupa terhadap hal yang menjadi kemaslahatan. Lalu ia berbuat melampaui batas sehingga hilanglah akal sehatnya dan menyebabkan ia menjadi pengabdi hawa nafsu. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang artinya);
“Janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari
mengingat kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melampaui batas.” (QS. al-Kahfi : 28)
3. Berlebihan dalam Makan
Sedikit makan dapat melunakkan hati, menajamkan otak, merendahkan nafsu birahi dan melemahkan nafsu amarah. Sedangkan bila banyak makan, bahkan sampai kekenyangan akan berakibat sebaliknya.
Dari Miqdam bin Ma'di Karib dia berkata; bahawa ia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):
“Anak adam tidak memenuhi wadah yang lebih buruk, daripada ia
memenuhi perutnya. Cukuplah baginya beberapa suap saja untuk menguatkan
tulang rusuknya. Jika memang tidak memungkinkan, maka sepertiga untuk
makanan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR.
Ahmad dan Tirmidzi)
Alangkah banyak kemaksiatan yang tersulut akibat makan yang berlebihan dan menghalangi ketaatan manusia kepada Sang Khalik. Karenanya siapa yang mampu menjaga perutnya dari sifat serakah, maka ia benar-benar membuktikan bahwa dirinya mampu menjaga diri dari keburukan yang lebih fatal lagi.
Ibrahim bin Adham berkata; “Barangsiapa mampu mengendalikan perutnya, maka ia mampu pula mengendalikan agamanya, dan barangsiapa yang mampu menguasai rasa lapar (tidak makan berlebihan) maka ia dapat menguasai akhlak-akhlak yang baik, sebab maksiat kepada Allah itu jauh dari orang-orang yang lapar (yang mampu mengendalikan syahwat perutnya).”
4. Berlebihan dalam Bergaul
Betapa tragis suatu pergaulan yang dapat merampas kenikmatan yang telah ada, karenanya timbul benih-benih permusuhan dan kebencian yang terpendam sehingga menyesakkan rongga-rongga dada. Namun rasa itu sulit dihindari terutama oleh hati yang sudah terluka. Demikian juga berlebih-lebihan dalam pergaulan dapat mendatangkan kerugian di dunia dan akhirat. Seyogyanya bagi seorang hamba dapat mengambil hikmah dari setiap pergaulan. usahakanlah untuk bersikap bijak dan dapat menempatkan diri dalam menghadapi berbagai karakter teman sepergaulan. Dimana karakter-karakter tersebut ada empat golongan:
- Terhadap orang yang jika kita membutuhkan bergaul dengannya, laksana kebutuhan kita terhadap makanan, kita tidak dapat lepas darinya dalam sehari semalam. Mereka itu adalah para Ulama yang memiliki cakrawala pengetahuan yang luas tentang ilmu Agama, mengetahui tipu daya setan dan segala macam bentuk penyakit hati.
- Terhadap orang yang jika kita bergaul dengannya seperti kebutuhan kita akan obat. Kita mengharapkannya dikala kita sedang sakit saja, tetapi bila badan kembali sehat maka mereka tidak kita butuhkan lagi. Mereka ini adalah dari orang yang kehadirannya kita nantikan berkaitan dengan masalah kemaslahatan hidup dan kehidupan, seperti untuk saling bekerjasama atau sebagai mitra kerja dalam berniaga, bertani, bermusyawarah dan masalah-masalah lain dalam hal muamalah.
- Terhadap orang yang jika kita bergaul dengannya, tidak ubahnya seperti penyakit. Golongan ini terbagi menjadi beberapa jenis dan tingkatan, bergantung pada intensitasnya terhadap jiwa kita. Diantara mereka adalah yang bersifat individualis dan egoistis. Jika bergaul dengannya hendaklah kita waspada dan berlaku bijak dalam menghadapinya. Hal ini bukan berarti kita harus menghindar dan tidak mau bergaul dengannya, tetapi jagalah jangan sampai diri kita terbawa oleh pengaruh kepribadiannya, karena akan merugikan kita dalam hal agama dan dunia. Oleh karena itu sebaiknya orang-orang yang masuk dalam tipe ini hendaklah dijauhi jika ingin selamat agama dan dunia kita.
- Terhadap orang yang bila kita bergaul dengannya akan membawa kefatalan, sebab ia laksana ular berbisa. Andaikan kita sampai terkena patuknya, kemudian kita berhasil menemukan penawarnya maka selamatlah kita, tetapi jika tidak, inilah bencana bagi kita. Golongan ini banyak berkeliaran di sekitar kita. Mereka adalah ahli bid'ah yang sesat dan menyesatkan, menyimpang dari sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka pandai membolak balikkan fakta, sunnah mereka jadikan bid'ah dan bid'ah mereka jadikan sunnah. Bagi orang yang berakal tidak layak untuk bergaul atau pun duduk-duduk bersama mereka. Jika itu tetap dilakukan maka akan sakitlah hati bahkan bisa menyebabkan hatinya menjadi mati.
Kiat Menjadikan Hati Tetap Hidup
Ketahuilah, bahwa hati yang hidup (hati yang sehat) hanya akan diperoleh
dengan ilmu dan ikhtiar (usaha). Adapun usaha tersebut yang bisa
dilakukan untuk menjadikan hati tetap hidup adalah:
1. Dzikrullah dan Tilawatil-Qur'an.
Dengan senantiasa dzikrullah (menyebut dan mengingat Allah) bagi seorang hamba manfaatnya sangatlah besar. Sebagaimana Dia berfirman (yang artinya);
1. Dzikrullah dan Tilawatil-Qur'an.
Dengan senantiasa dzikrullah (menyebut dan mengingat Allah) bagi seorang hamba manfaatnya sangatlah besar. Sebagaimana Dia berfirman (yang artinya);
“Ingatlah, bahwa hanya dengan selalu mengingat Allah, hati menjadi tenteram.”(QS. ar-Ra'd : 28).
al- Imam Syamsuddin Ibnul-Qayyim berkata (yang artinya);
“Sesungguhnya dzikir adalah makanan pokok bagi hati dan ruh, apabila hamba Allah gersang dari siraman dzikir, maka jadilah ia bagaikan tubuh yang terhalang untuk memperoleh makanan pokoknya.”Dan Imam Hasan al-Bashri berkata;
“Lunakkanlah hatimu itu dengan berdzikir.”
Kendatipun dzikrullah adalah salah satu bentuk ibadah yang termudah dan ringan, akan tetapi pahala dan keutamaan yang didapatkan melebihi amalan-amalan lainnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang artinya);
”Sesungguhnya mengingat-ingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadat yang lain).” (QS. al-Ankabut: 45)
Sebaik-baik dzikir adalah membaca al- Qur'an, karena al-Qur'an mengandung berbagai khasiat penyembuh hati dari semua penyakit kegundahan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman;
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus :57)
2. Beristighfar.
Hakikat istighfar adalah untuk memohon maghfirah (ampunan), dan batasan maghfirah adalah penjagaan dari keburukan yang diakibatkan dari dosadosa. Dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Nya selama memenuhi syaratnya pasti Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan ampunan. Firman- Nya;
Hakikat istighfar adalah untuk memohon maghfirah (ampunan), dan batasan maghfirah adalah penjagaan dari keburukan yang diakibatkan dari dosadosa. Dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Nya selama memenuhi syaratnya pasti Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan ampunan. Firman- Nya;
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya,
kemudian ia meminta ampun kepada Allah niscaya ia mendapati Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nisa' :110)
Hendaklah seseorang itu memperbanyak istighfar kepada-Nya dimanapun berada, sebab seseorang itu tidak tahu dimana tempat maghfirah Tuhannya turun. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya);
“Demi Allah, sesungguhnya aku selalu mohon ampunan kepada Allah sehari semalam lebih dari tujuh puluh kali.” (HR. Bukhari)
'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata (yang artinya);
“Beruntunglah orang yang mendapat dalam buku catatan amal
perbuatannya memuat istighfar yang banyak.” Qatadah berkata;
“Sesungguhnya al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepadamu tentang
penyakitmu dan obat penangkalnya. Adapun penyakitmu adalah dosa-dosa,
sedangkan obatnya adalah istighfar.”
3. Do'a.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang artinya);
“Berdo'alah kepada-Ku niscaya Aku perkenankan bagimu.” (QS. al-Mukmin: 60)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada kita agar berdo'a kepada-Nya dan Dia akan memenuhi permohonan hamba-Nya. Berkenaan dengan ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya);
“Tidaklah seorang Muslim pun berdo'a dengan do'a yang di dalamnya
tidak berisi dosa dan pemutus tali silaturahmi melainkan Allah
memberikan kepadanya salah satu dari tiga perkara; Allah akan
menyegerakan permohonannya itu (diperoleh di dunia) atau Allah akan
menyimpannya untuknya di akhirat kelak, atau Dia memalingkan darinya
keburukan yang setimpal dengan do'anya itu.” (HR. Ahmad, hadits shahih).
Dalam ayat yang sama Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang artinya):
“Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku
(tidak mau berdo'a kepada-Ku) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan
terhina." (QS. al-Mukmin: 60).
Orang-orang yang tidak mau berdo'a kepada-Nya maka mereka yang dikatakan Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah termasuk orang yang sombong, dan mereka mendapatkan murka dari-Nya. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya);
“Barangsiapa yang tidak mau meminta (memohon kepada Allah), maka Allah murka terhadap-Nya.” (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah)
4. Bershalawat kepada Rasulullah SAW.
Allah Subhanahu wa Ta'ala bershalawat (menyebut dan memuji di hadapan para Malaikat) sepuluh kali, bagi orang bershalawat kepada Rasul-Nya (sekali). Sebagaimana sabda Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya):
“Barangsiapa yang bershalawat untukku satu kali. Maka Allah akan bershalawat sepuluh kali lipat.” (HR. Muslim).
Karena yang demikian itu, setiap satu kebaikan nilainya akan dilipat gandakan sepuluh kalinya, dan bershalawat untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam termasuk kebaikan yang tinggi.
5. Qiyamullail.
Jika seseorang tetap melakukan shalat malam, maka wajahnya akan bercahaya dan dia juga akan merasakan kenikmatan beribadah dalam hatinya, sebagaimana yang dituturkan oleh para Ulama Salaf berikut ini: Abu Sulaiman berkata;
“Malam hari bagi orang yang sering beribadat di dalamnya, itu lebih nikmat daripada permainan bagi mereka yang suka hidup bersantai-santai. Seandainya tanpa malam aku tak suka hidup di dunia ini.”Ibnul-Mukandir;
“Bagiku kelezatan dunia ini hanya ada pada tiga perkara, qiyamullail, bersilaturahmi dengan ikhwan dan shalat berjama'ah.”-------------------------------- 1. Tazkiyatun-Nufus oleh Dr. Ahmad Farid.
2. Amraadlul-Qulub wa Sifaauha oleh Ibnu
Taimiyah.
---------------------------------------------
Sumber diiambil dari : http://ahlussunnah.info